Oleh:
Nur Sholikhah
Tatapan mata mereka tajam, aneh, liar. Aku terdiam
menatap lantai yang sungguh tak menarik. Hati menggerutu, “gundul mereka itu!”.
Mereka pikir aku hantu atau orang pedalaman yang baru saja keluar dari lorong
hutan yang gelap nan pengap. Aku sungguh tak suka tatapannya, menyeramkan.
Masih
dengan posisi duduk yang sama, seseorang mendekat padaku. Langkah kakinya
terlihat santai. Meski aku tak menatapnya langsung, aku bisa mendengar suara
hentakan kakinya yang halus. Suara itu bukan dari para manusia yang berambisi
di dunia. Ia berbeda. Seorang wanita berpakaian hampir sama denganku.
“Selamat
pagi”. Sapanya dengan suara yang lembut. Aku mendongakkan wajah dan menatap
langit yang sudah mulai gelap, bahkan matahari tampak bersiap pulang ke
peraduan. Kualihkan pandangan, berganti menatap wajahnya. Oh dia tersenyum,
barisan giginya terlihat rapi. Namun itu bukan senyum tanda sapaan menurutku. Sedikit
aneh.
Ia
memakai daster sama sepertiku, tidak bersandal, rambutnya panjang seperti di
iklan sampo, ia biarkan angin-angin membelai bebas setiap helainya. Wajahnya
tampak cantik jika ia menjadi wanita yang sempurna, hidungnyapun mancung. Namun
sayang, tuhan berkehendak lain untuk hidupnya.
“Maaf
aku bukan temanmu. Aku hanya pura-pura gila untuk menghindar dari pergaulan
manusia yang tak waras hatinya”. Aku berteriak lantang membalas tatapan aneh
mereka dan segera berlari menuju rumah Allah untuk menunaikan panggilan-Nya.
Malang, 14 Agustus 2018
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar