By : Siti Khoirun Niswah
PP. Darun Nun Bukit Cemara Tidar
Malang
Seseorang yang sangat hebat, beliau tak lain adalah pengasuh
pondok pesantren Darun Nun. Selain pakar bahasa dan literasi, beliau juga pakar
rumah tangga. Bagaimana tidak? Beliaulah yang mengambil alih semua pekerjaan
rumah ketika belahan jiwanya sakit. Beliau tidak meminta bantuan pada siapapun
termasuk santriwatinya. Padahal dulu saat aku masih menimba ilmu di pondok
pesantren salaf, kegiatan pak kyai adalah duduk mengaji dan menghafal Al-Quran
sedangkan yang mengerjakan pekerjaan
rumah adalah santriwatinya. Mulai dari memandikan ning dan gus, masak,
mencuci piring, mencuci baju, mengantar ke sekolah dan mengajak bermain, bahkan
terkadang ning dan gus pun ikut tidur bersama santriwati.
Beliau ini adalah seorang pengasuh, ketua jurusan Bahasa dan
Sastra Arab UIN Maliki Malang. Namun kegiatannya yang super padat membuat para santrinya
terheran-heran. Mulai dari pagi mengantar ning dan gus berangkat ke
sekolah, kemudian pergi ke kantor. Ketika belahan jiwanya sakit, beliau yang
mengerjakan semua pekerjaan rumah. Masak, mencuci baju, membersihkan rumah.
Belum lagi ketika ning dan gus merengek meminta ini itu.
Pagi hari itu aku mendapat pesan whastApp dari beliau
yang berisi permintaan bantuan. Itupun pertama kalinya beliau meminta bantuan
kepadaku. Biasanya, jika beliau meminta bantuan pada para santriwatinya selalu
lewat grup. Itupun hanya meminta tolong untuk menjemput atau mengantar adik
ketika bu nyai sedang di kampus atau sedang sakit. Beliau meminta tolong
padaku untuk mencarikan mahasiswa yang bisa tinggal di ndalem dengan fasilitas
sepeda motor untuk ke kampus, makan dan mandi gratis di ndalem serta
uang saku per bulan. Tugas yang harus dikerjakan adalah menemani ning
dan gus untuk belajar, mengantar dan menjemput mereka ke sekolah
serta menemani istrinya di ndalem. Karna kondisi bu Nyai yang
sakitlah hingga membuat beliau mencarikan teman untuk ning dan gus.
Sepintas terlintas dalam anganku, beliau sampai mencari orang
untuk bisa menemani mereka. Lantas santrinya kemana? Padahal hanya mengantar
dan menjemput serta menemani mereka. Waktu itu aku bertanya langsung kepada
beliau mengapa tidak meminta bantuan kepada para santriwatinya saja. Lalu
beliau menjawab, “Saya tidak mau merepotkan mbak,takut menganggu kegiatan
mereka”. Saat itu, perasaanku tidak enak mendengar pernyataan tersebut. Aku
yang sudah tidak ada kuliah, namun sibuk sendiri dengan urusan lain. Aku telah
melupakan adat santri saat di pondok dahulu.
Kalau kuingat kebaikan beliau, apa yang tidak diberikan pada
santriwatinya? segala kegiatan pondok beliau selalu siap membantu dalam hal
finansialnya. Misalnya mengadakan seminar dan mendatangkan pemateri yang bisyarohnya
selalu ditanggung beliau, mengikutkan santriwati dalam seminar bahasa arab di
luar pondok tanpa membayar sepeserpun. Ketika ada kerusakan bangunan di pondok
beliau juga yang memberi upah untuk tukang yang membenahi pondok. Santriwati
setiap bulannya tidak dikenai biaya yang besar untuk kegiatan pondok. Hanya biaya
yang disebut SPP, itupun sebenarnya digunakan untuk biaya hidup santriwati
sendiri seperti makan dan listrik.
Saat itu aku mulai sadar, bagaimana seharusnya cara membalas
kebaikan orang lain terlebih untuk seorang pengasuh yang telah memberikan waktu
dan ilmunya pada santriwati. Marilah kita amati kebaikan orang disekitar kita,
orang lain teman, guru, orangtua. Ingatlah selalu kebaikan mereka agar kebaikan
juga senantiasa melekat pada diri kita. Kesadaran mungkin sulit untuk
diterapkan. Namun untaian kata ini semoga dapat mengingatkan kita akan kebaikan
seseorang.
0 komentar:
Posting Komentar