Oleh : Cintia Dwi Afifa
Hari minggu, 08 April 2018 takmir Masjid
Baiturahman di Perumahan BCT Malang mengundang ustad Suhadi Fadjaray untuk
mengisi seminar. Seminar tersebut dengan tema “Pola Asuh Insan Qur’ani di
Era Digitalisasi”. Seminar tersebut begitu meriah dan penuh suasana
mengharukan. Penyesalan demi penyelasan seringkali menghiasi masjid yang megah
itu, hal itu dibuktikan dengan suara isak tangis dan tanpa sengaja air mata
yang menetes. Menjadi seorang istri, ibu bahkan nenek (berlaku juga untuk laki)
adalah suatu hal yang harus benar-benar kita syukuri. Karena tidak semua
manusia bisa menjadi demikian. Anak adalah titipan Allah yang benar-benar harus
kita jaga dan didik dengan benar. Beliau (Ust. Suhadi) mengingatkan, jangan
sampai anak yang seharusnya masuk surga, bisa masuk neraka karena kita, salah
dalam mendidiknya. Setiap anak lahir ke dunia, dengan fitrah yang suci. Dalam keluarga dikatakan, bahwa Ibu adalah
madrasatul ulaa (sekolah pertama) untuk anak-anaknya. Sedangkan, Ayah adalah
kepala sekolahnya. Jadikan, menjadi seorang Ibu dan Ayah, adalah profesi utama
dalam hidup, sehingga kita akan tertuntut untuk terus mencari ilmu dan juga
pengetahuan dalam mendidik anak dan juga lebih mengutamakan anak. Mendidik anak
itu butuh ilmu, tidak sembarangan. Sepertihalnya, kita bila ingin menjadi
dokter butuh ilmu. Harus benar-benar belajar terlebih dahulu.
Sumber Gambar : Google Search
Ketika kita mati, semua amalan akan
terputus kecuali tiga hal, yaitu : 1) Amal Jariyah 2) Ilmu yang manfaat dan
juga 3) anak yang sholeh. Tiga hal ini adalah berurutan seperti halnya anak
tangga. Kita tidak akan bisa mencapai ke nomor 2 apabila tidak melakukan anak
tangga yang pertama dulu, begitu seterusnya. Sebelum kita menginkan anak yang
sholeh, kita harus bisa melakukan yang pertama dan kedua. Menjadi orangtua
setidaknya harus memiki tiga hal, yaitu
:
1.
Pemahaman
Paham akan posisi anak. Sayyidinaa Ali menuturkan bahwa fase anak
dibagi 3 bagian yakni :
1)
Usia
0-7 tahun, jadikan anak sebagai raja. Ajarkan hal-hal baru dengan penuh kasih
sayang dan lemah lembut. Jangan ada kekerasan dalam mendidik anak usia
demikian.
2)
Usia
7-14 tahun, jadikan anak sebagai tawanan. Maksudnya didiklah secara tegas,
keras bila perlu. Ustad Suhadi mencontohkan dengan perumpamaan berikut :
“Apabila di
rumah terjadi kebakaran. Sedangkan, anak kita tertidur pulas dalam kamarnya. Apa
yang kita lakukan ? kita pasti akan membangunkannya sebisa mungkin, kita akan
melakukan apapun yang bisa membangunkannya meski harus dengan memukulnya atau
apapun yang bisa menyakitinya. Hal itu kita lakukan demi dia, biar tak terjebak
dalam api bukan ? kita melakukannya bukan untuk menyakitinya, bahkan untuk
menyelamatkannya dari api karena kita sayang padanya.”. hal itu berlaku juga
untuk menyelamatkan anak kita dari api neraka. Kita harus tegas dan tega dalam
mendidiknya. Cinta ga selamanya harus lemah lembut. Bayangkan saja, apa yang
terjadi bila ketika pada posisi kebaarann, kita membangunkan dengan cara yang
lemah lembut ?. Ingatkan anak untuk shalat. Seringkali, orangtua membiarkan
anaknya tertidur pulas sedang ia telah melewatkan waktu subuh. Dengan alih-alih
kasian, masih ngantuk, kecapekan dan lain-lain. Padahal, secara tidak langsung
kita sama saja dengan membiarkannya masuk neraka.
3)
Usia
14-21 tahun, jadikan anak selayaknya sahabat.
2.
Ilmu.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Bahwa mendidik seorang anak
butuh ilmu. Tak boleh ngawur. Pernah tau orang mukul tivi atau radio
yang macet atau rusak ? mereka bilang, biar bisa. Padahal hal demikian bisa
jadi malah buat tivi atau radio makin rusak bukan ? begitulah bila tak punya
ilmunya. Bukan malah memperbaikinnya bisa jadi malah merusaknya lebih parah. Begitu
pula dalam halnya mendidik anak. Jangan asal pukul. Jangan-jangan mereka salah,
karena kesalahan kita dalam mendidiknya.
Dari hasi riset mengatakan, bahwa tumbuh kembang anak dipengaruhi
oleh :
a.
20%
: Kecerdasan dan/atau Keturunan.
b.
80%
: Lingkungan dan/atau Pergaulan.
Oleh karenanya, sebagai orangtua harus ekstra hati-hati. Perhatikan
lingkungan dan pegaulan anak kita. Bekali anak-anak kita dengan pengetahuan dan
nasihat-nasihat. Dampingi terus perkembangan anak.
3.
Tutur
kata yang baik.
Terus ingatkan dan didik anak dengan tutur kata yang baik. Namun yang
perlu diingat, yang terlihat itu lebih berpengaruh daripada yang terdengar.
Dari sini kita diharuskan untuk memberi contoh yang baik untuk anak-anak
kita. Tidak hanya berseru ini dan itu, menginginkan anak kita berperilaku yang
baik-baik. Sedang kita sendiri jarang untuk melakukannya. Terus ingatkan anak
kita bila lalai, terus semangat tanpa henti dalam mendidik anak. Tak ada yang
sia-sia. Ingatkah kisah keluarga nabi Ibrahim ? ketika istri dan anaknya harus
ditinggalkan ditengah-tengah padang pasir, dan sang anak kehabisan bekal air. Sang
ibu lari-lari dari bukit sofa ke marwah 7 kali demi sang anak, namun tak
mendapatkan apa-apa. Sekilas, hal tersebut merupakan hal yang sia-sia, tapi
tidak demikian bukan ? Allah mengabdikan peristiwa tersebut dengan ibadah Sa’i.
Demikianlah sedikit banyak yang dijelaskan oleh ustadz Suhadi, yang
dapat saya ceritakan ulang. Semoga bermanfaat :).
Anak adalah
anugerah terindah. Mari kita jaga baik-baik, dan terus berdoa untuk kebaikan
sang anak.
0 komentar:
Posting Komentar