picture by: pixabay.com
Oleh:
Nur Sholikhah
Anggap saja aku
saat ini sedang berkisah indah, tentang seseorang yang bermimpi buruk di malam
hari. Ia terlelap dalam dinginnya malam, bersama selimut yang mendekap
tubuhnya. Setelah beberapa lama, ia terkejut bukan main. Suasana telah berubah,
sangat berbeda dari sebelumnya. Malam telah terbangun, berganti pagi yang
berawan gelap, pekat. Ia berdiri di atas gunung yang menjulang tinggi, sorot
matanya tajam menyapu apapun yang ada dibawahnya. Lalu terdengar teriakan yang
menyulut telinga, ia tercengang, apa dunia sudah berubah? banyak orang di bawah
sana saling bercengkrama, tapi bukan dengan cara yang wajar. Seolah mereka
sedang berdebat, lalu disekelilingnya terdapat orang-orang yang kelaparan
menunggu kepastian.
Disisi lain, ia
melihat asap mengepul. Orang-orang berlarian menyelamatkan diri karna takut api
akan membesar dan membakar tubuh mereka. Air mata ada dimana-mana, hawa
mencekam berselimut di hati masing-masing. Tapi anehnya tak ada yang bertindak
cepat memanggil mobil pemadam kebakaran, mereka terus berlari membawa harta apa
saja yang dimiliki. “Aneh, mengapa mereka membiarkan api itu terus menyala
begitu saja?” gumamnya.
Masih dalam
perasaan kacau, mata itu terus memantau. Di matanya tampak perselisihan, antara
satu kelompok dengan kelompok yang lain saling menyalahkan, penuh hujatan. Tampak
pula teman-teman sebayanya yang berlari-lari, memakai seragam rapi namun tak
membawa keperluan sekolah. Mereka beralih gaya, membawa gadget, menenteng nilai
dan menyeret nama guru-guru mereka di pelataran yang berdebu.
"Apa yang sedang
terjadi?" batin orang itu. Lalu ia berteriak keras memanggil keadilan, ia
mencoba menghubungi rasa kemanusiaan tak lupa ia juga berdoa pada Tuhan untuk
mengembalikan rasa ketenangan.
Kemudian ia
merogoh tas, mengambil sebuah benda pusaka dari kakeknya. Bendera berwarna
setengah darah itu ia bentangkan tanpa ragu. Dengan suara kecilnya, ia
berteriak lantang memanggil sunyi. Dan ketika sunyi telah benar-benar datang,
ia berdiri sambil menyenandungkan lagu milik negeri ini. Dalam hatinya ia
berharap, semua akan kembali. Bukan lagi di alam mimpi yang buruk ini.
Suara lantunan
adzan yang merdu membangunkannya dari mimpi buruk itu, ia membuka mata kemudian
bangkit mengambil air wudhu. Shalat dua raka’at telah menenangkan hatinya. Tak lupa
ia berdoa, semoga apa yang terjadi di mimpinya tak akan pernah terjadi di
negeri khatulistiwa. Semoga saja..
Malang, 15 Februari 2018
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar