picture by: hajingfai.blogspot.co.id
Oleh:
Nur Sholikhah
Beberapa bulan terakhir aku sering mendengar berita tentang
korupsi, entah dari televisi, surat kabar, maupun
media sosial. Banyak kepala atau pejabat daerah, menteri, dan
wakil rakyat tergiur untuk bermain-main dengan tindakan terlarang itu.
Sepertinya korupsi memang memiliki kekuatan yang besar dalam menyeret nama-nama
manusia. Orang yang korupsi bergelar koruptor, dilambangkan dengan binatang
yang tak berdosa bernama tikus. Heran, mengapa tikus juga menjadi korban dari
tindakan korupsi?
Berawal
dari mencoba dan lama-lama menjadi kebiasaan. Mungkin mereka juga demikian,
awalnya tak ada niat mengambil hal milik orang lain, namun karena terpaksa atau
terjebak dalam perasaan masing-masing,
akhirnya mereka rela melahap api yang bisa membakar dirinya sendiri. Apakah
mereka tidak takut dosa? Aku sendiri tak tahu jawabannya. Manusia memang
begitu, mudah tergoda oleh rayuan dunia yang fana. Harta selalu dipuja
sepanjang pagi hingga senja. Sampai terlupa bahwa nyawa tak selamanya
bersemayam dalam raga.
Korupsi
adalah tindakan tercela yang mendzalimi sesama manusia, tidak hanya seorang
namun berorang-orang. Setiap kali mendengar berita tentang korupsi, hati ini
terasa miris. Sila kedua dari ideologi bangsa ini telah tercoreng, kemanusiaan
yang adil dan beradab. Bukankah korupsi itu tindakan yang tak beradab? Yang telah
melanggar nilai dan norma bangsa ini?
Semakin
teriris, mengetahui fakta bahwa
yang melakukan tindakan tersebut adalah orang-orang berduit, kalangan kelas
ekonomi menengah ke atas. Mereka adalah orang-orang berpendidikan yang memiliki
banyak gelar bahkan lulusan perguruan tinggi luar negeri, sudah bisa
dibayangkan bahwa mereka adalah orang-orang pintar. Namun sayang, mungkin bunyi
pancasila sudah terlupakan oleh
mereka atau kalau tidak, hatinya
sudah terjangkit virus serakah.
Kini
nama-nama itu menjadi headline berita di surat kabar, menjadi
tontonan di televisi, juga menjadi bulan-bulanan para netizen di media sosial. Apakah mereka tidak merasa malu? Sekali
lagi aku tak tahu jawabannya karena aku hanyalah rakyat biasa, bukan peramal
atau penebak rasa.
Maka
dalam tulisan ini aku ingin menyuarakan sebuah doa, semoga kita semua, rakyat
yang mencintai Indonesia, senantiasa dapat memegang amanah, menjaga nilai dan
norma yang sudah tertanam dalam jiwa, serta dapat mengamalkan nilai-nilai luhur
pancasila.
Malang, 21 Februari 2018
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar