Oleh:
Nur Sholikhah
Hari ini, mendung berselimut di
langit pagi. Menahan matahari untuk bersinar di setiap hati. Ia menutupi dengan
awan-awan gelap yang penuh percaya diri. Tak peduli bahwa yang hidup di bumi
juga perlu percikan api untuk menghangatkan badan dan perasaan ini. Perasaan
emosi sekaligus khawatir karna sebentar lagi kawan akan berubah jadi lawan atau
musuh menjadi sekutu. Apa maksudnya? Mungkin kau bisa menerka?
Aku
hanya terduduk mengawasi pagi, berdiam diri sembari menikmati segelas teh
hangat dan sepotong roti. Ah roti ini mengingatkanku pada sebuah tragedi, sebuah
benda mati ini telah menjadi korban boikot dan buli. Kasihan sekali bukan? Maka
dari sanalah aku mengerti bahwa perang dingin sedang terjadi. Ku kira perang itu
telah usai sejak puluhan tahu yang lalu, tapi ternyata kini masih tersisa, ia
bergerak halus tanpa suara dan aba-aba.
Ku
hirup pelan aroma teh ini, begitu harum nan alami. Ku pegang erat gelas itu dan
ku rasakan hangatnya suasana pagi. Aku membayangkan ketika daun-daun teh dipetik
begitu lembutnya oleh para pekerja di sebuah hamparan kebun yang luas berwarna
hijau. Alangkah indahnya, alangkah sejuknya. Ah teh ini berhasil memabukkanku
lewat imajinasi.
Terdengar
suara handphone bergetar memecah sunyi, “Siapa yang menghubungiku dan
mengganggu waktuku.” gumamku. Ku lirik layar HP made in china produksi Indonesia ini. Seorang teman waktu SD dulu
telah mengirimiku sebuah pesan singkat.
“
Ayo nanti siang ke alun-alun, lihat orkes dan calon bupati baru.”
“
Maaf, aku tidak suka orkes.”
Orkes
adalah salah satu hiburan rakyat yang paling digemari. Musik dan para pemainnya
serta biduan wanita yang seksi memiliki ketertarikan tersendiri. Mereka
merupakan penghibur rakyat kecil yang ahli. Maka pantas saja ia dijadikan alat
politik kota ini. Dan alun-alun akan kembali ramai oleh para pencari hiburan
dan tentunya para pencari suara. Karna kau tahu sendiri, tahun ini adalah tahun
yang akan menguji emosi.
Banyak
orang mengatakan bahwa tahun 2018 adalah tahun politik. Dimana satu kubu dengan
kubu-kubu yang lain akan berlomba-lomba mendapatkan suara emas dari para warga
. janji-janji begitu mudahnya terluapkan, pencitraan ada dimana-mana tidak
hanya di media sosial bahkan di kehidupan nyata. Aku sebagai rakyat yang
sedikit peduli mulai menelisir latar belakang mereka. Baliho-baliho bergambar
yang dipasang di pinggir jalan tak kan mampu mewakili gambar yang sebenarnya.
Karna bagiku belum tentu senyuman itu sungguhan dan belum tentu wajah yang
digambar memang benar-benar mewakili perasaan.
Dan
akhirnya siang ini, alun-alun akan kembali ramai. Rakyat akan keluar dari balik
rumah untuk menyaksikan hiburan itu. Mereka juga akan menyiapkan telinga untuk
mendengar baik-baik propaganda dari sang delegasi. Hiburan ini mungkin akan
terjadi berkali-kali sampai tanggal mainnya terlewati.
“
Hei kau, jangan sampai salah pilih!” aku berbisik pada cangkir yang sedari tadi
mendengar percakapan hati, juga pada roti yang telah jadi korban buli.
Malang, 23 Januari 2018
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar