Photo by Drew Graham on Unsplash
Oleh Dyah Ayu Fitriana
@fitri_yesss
“Urip iku mung
sawang-sinawang, Nduk.” Dawuh Pak’e. Hidup itu hanya kelihatan-kelihatannya
saja. Satu kali beliau berpesan seperti itu kepada saya, tepat ketika saya bercerita
tentang kegelisahan seorang teman yang penat akan kegiatannya. “Enak ya mbak
bisa kuliah abis itu bisa kerja, jadi bisa punya pemasukan. Lah aku tiap hari
di laboratorium sampek sore, bosen.” Teringat celotehan temanku kala itu.
Padahal jauh di lubuh hati, aku yang seharusnya ngiri padanya. Biaya SPP kuliah
sudah gratis, bisa dekat dan dipercaya dosen-dosen, mau apa lagi?
Tapi dari percakapan
itu saya mulai berfikir, benar juga apa kata Pak’e, hidup itu terkadang indah
hanya di pandangan orang saja. Setiap orang tetap merasakan cobaan bahkan
terkadang kebosanan dalam hidupnya. Uniknya sesuatu yang ia sebut dengan “Kehidupan
yang membosankan” itu tak jarang adalah model kehidupan yang didamba oleh
banyak orang. Orang biasa ingin tenar, sedangkan seorang artis memimpikan punya
kehidupan normal dan bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya. Orang miskin ingin
punya uang banyak, sedangkan yang kaya ingin hidup sederhana sebagaimana
impiannya memiliki waktu untuk sekedar mengantar anak-anak sekolah. Yang jomblo
pengen nikah, yang udah nikah ngelihat yang udah punya anak kayak seneng
banget, giliran udah punya anak ya rasanya sudah biasa aja.
Entah kenapa era kita
sangat gampang membandingkan kehidupan orang dengan kehidupan pribad. Padahal kan
nggak gitu. Definisi sukses tidak hanya satu, maka sebenarnya jika membandingkan
kesuksesan kita dengan kesuksesan orang lain itu keliru. Setiap kesuksesan
menyimpan proses yang penuh dengan perjuangan. Begitu pula setiap kegagalan
merupakan sebuah langkah yang kebanyakan menghantarkan pada kesuksesan. Jika kita
bisa berfikir seperti ini kita nggak akan jadi makhluk yang “kagetan”. Tiba-tiba
terkenal ya biasa aja, tiba-tiba jatuh ya biasa aja.
Oleh karena itu memang
benar bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya hanya akan kita dapatkan jika hati
kita bisa benar-benar bersyukur. Bersyukur atas kondisi kita, bersyukur atas
keberhasilan teman kita, bahkan bersyukur saat cobaan tengah mendera kita. Orang
bilang tidak akan terasa manis gula, jika kita belum menyeruput pahitnya kopi. Tak
jarang malah mereka adalah dua perpaduan yang saling mengisi. Untuk itu mari
berhenti terlalu lebay update status dengan kesuksesan kita, juga ayok sudahi
budaya stalking yang berlebihan dan menimbulkan pertanyaan “kok dia sukses
kayak gini ya, kok aku nggak” hello guys hidupmu juga sudah indah jika kau
izinkan sekali saja hati itu bersyukur atas kondisinya.
Pondok Pesantren Darun
Nun
Perum Bukit Cemara
Tidar F3 No. 1
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar