Oleh:
Nur Sholikhah
1. Rincian film
a.
Produser : Bustal
Nawawi
b.
Sutradara : Herwin
Novianto
c.
Penulis skenario : Danial
Rifki
d.
Bintang film : Osa Aji
Santosa (Salman) , Fuad Idris (Hasyim), Ringgo Agus Rahman (Anwar), Ence Bagus
(Haris), Astri Nurdin (Astuti).
e.
Genre : Drama
Satire
f.
Tanggal tayang : 15 Agustus
2012
g.
Tema : Nasionalisme
2. Sinopsis
Film ini mengisahkan
orang-orang yang hidup di perbatasan Negara Indonesia dan Malaysia. Salah satunya
adalah seorang kakek yang bernama Hasyim. Ia adalah mantan sukarelawan
Konfrontasi Indonesia Malaysia tahun 1965 yang memiliki jiwa nasionalisme
tinggi. Ia tinggal dengan seorang anak laki-laki (Haris) dan dua orang cucu (Salman
Dan Salina). Kehidupan di daerah perbatasan sangatlah sulit, sarana dan prasarana
tidak memadai, dan perekonomian sangat lemah. Itulah yang dialami oleh keluarga
Hasyim, dengan segala keterbatasan ekonomi mereka berusaha mempertahanka hidup.
Konflik mulai muncul saat
Haris mengajak Hasyim dan kedua cucunya untuk tinggal di Malaysia karena ia
merasa kehidupan di Malaysia jauh lebih menguntungkan. Namun dengan tegas
Hasyim menolak karena rasa cinta dan loyalitasnya pada Indonesia sudah tertanam
kuat di hatinya. Tinggallah ia bersama seorang cucunya, Salman. Sementara Haris
dan seorang anaknya (Salina) tetap pergi ke Malaysia dan tinggal disana.
Astuti adalah
satu-satunya guru di sekolah daerah perbatasan tersebut. Sekolah yang dulu
pernah vakum selama satu tahun karena tidak adanya tenaga pengajar. Dokter Anwar
adalah seorang dokter dari kota yang disebut dengan dokter intel. Mereka berdualah
yang membantu Salman menolong Hasyim yang sedang sakit keras untuk dibawa ke rumah
sakit di Malaysia. Namun di tengah perjalanan Hasyim menghembuskan nafas
terakhirnya di negeri yang katanya adalah tanah surga bagi orang lain. Sementara
di waktu yang sama Haris di Malaysia sedang mendukung Malaysia dalam pertandingan
sepak bola melawan Indonesia. Dua kejadian yang sangat bertolak belakang.
3. Amanat
Film ini mengajarkan
tentang nasionalisme atau rasa cinta pada tanah air Indonesia. Rasa itu harus
tertanam pada masyarakat sejak dini agar kelak ketika dewasa kemanapun kita
akan menginjakkan kaki, nama Indonesia akan selalu ada di hati.
Malang, 21 November 2017
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar