Oleh : Nur Ma’rifatul
Jannah
“Indonesia
bukan hanya Jokowi, tapi KITA”
Kurang lebih
itulah kalimat pertama yang tercatat di buku saya ketika pemateri terakhir
dalam acara Talkshow and Interactive Camp 2017, yaitu Bapak Muhammad Nur Arifin.
Kata beliau biasa disapa Mas Ipin.
Tertanggal
sabtu, 11 Nopember 2017 acara Talkshow berlangsung di Gedung Sasana Budaya
Universitas Negeri Malang (UM). Terjadwal acara dimulai dari pukul 07.00 –
15.00 WIB. Dari jadwal yang tertera itupun saya sudah berpikiran, ngapain aja
berjam-jam kaya gitu di sana? Sudah pasti bakal sampai bosen dan
ngantuk-ngantuk. Yah, maafkan lah, maklum saya memang mudah bosan dan ngantuk,
apalagi dalam sebuah acara berjam-jam dengan hanya duduk dan mendengarkan
pemateri berbicara saja. Kecuali kalau memang pematerinya bisa membawa suasana
bebas kantuk. Hehehe... sekali lagi maafkan saya ini!
Acara pun
terkesan membosankan di awal. Untungnya saya tidak menghadiri acara tersebut
sendirian, tapi dengan dua teman saya juga, Sholihah dan Desi. Menunggu
berjam-jam, sampai sekitar pukul 10.30 baru dimulai. Ada sekitar 6 pemateri
yang dapat hadir mengisi acara tersebut. Pemateri demi pemateri pun bergilir menjadi
pembicara di depan para audiens. Kantuk pun tak dapat terbendung lagi, ketika
pembicara yang saya kira sudah menjadi pemateri terakhir karena memang waktu
sudah menunjukkan sekitar pukul 15.30 WIB. Sebenarnya semua pemateri itu baik,
bagus, keren, luar biasa pokoknya. Apa yang mereka sampaikan semuanya adalah
kebaikan, motivasi dan menjadi wawasan baru bagi kami. Akan tetapi tetap tidak
dapat dipungkiri jika kantuk mulai menggoda dan akibatnya sudah tidak fokus
lagi untuk menerima materi.
Saya dan
teman-teman sudah berguman, akan bersiap untuk pulang. Akan tetapi, terdengar
MC mengatakan bahwasanya akan ada pemateri berikutnya. Masih ada satu pemateri
lagi, “astagaaaa!!!” gumanku kesal. Sebenarnya bisa saja kami meninggalkan
tempat lebih dulu, tapi entahlah seperti ada yang menahan. Akhirnya kami
putuskan untuk tetap bertahan di atas tempat duduk. Hingga kemudian datanglah pemateri yang
katanya terakhir itu.
Berpeci hitam,
kemeja putih berbalut jaket hitam, celana jeans hitam dan beralas sepatu sport.
Itulah kesan awal yang saya lihat dari kedatangan beliau. Moderator pun
memperkenalkan sosok beliau dengan penuh semangat. Mood sudah tidak lagi
mendukung, saya pun tidak terlalu menghiraukan. Hanya saja salah satu teman
saya super alay, dia merebut bolpoin yang sejak tadi saya pegang dan mencatat
nomor telepon beliau di buku saya. Katanya sih, dia kagum dengan pemateri
terakhir itu. Hadduh... saya masih saja dengan expresi cuek tak terlalu
menggubris tingkah teman saya itu.
Moderator pun
mempersilahkan pemateri tersebut untuk memulai presentasinya. Kalimat demi
kalimat disampaikan oleh beliau dengan bahasa yang asyik untuk didengar,
menurutku. Kata demi kata tersampaikan oleh beliau secara mengalir. Aku yang
tadinya mengantuk dan ingin segera pulang, lantas dibuatnya mendengarkan tiap
katanya dengan seksama. Benar-benar keren, asyik pokoknya. Seketika aku
menyebut terkagum-kagum oleh beliau. Dicela-cela beliu berbicara, akhirnya aku
pun baru tertarik untuk menanyakan perihal tentang sosok beliau kepada temanku.
Ternyata beliau adalah sosok Wakil Bupati Trenggalek, rekor muri termuda pula.
Astagaaa...yah aku baru tahu, karena memang di awal tadi aku tidak teralu
menggubris. Maaf ya pak! Hehe
“Lee, dulu
bapak ibu ga bisa makan sekarang kita sudah bisa makan, tapi masih banyak
saudaramu diluar yang belum bisa makan. Kamu harus pulang ke Trenggalek!”
Itulah pesan dari Bapak Mas Ipin, sebelum
akhirnya beliau meninggal ketika mas Ipin berusia sekitar 17 tahun. Sebuah
pesan yang mendasari mas Ipin hingga mampu menjadi seperti sekarang ini.
Membangkitkan Trenggalek, sebagaimana pesan bapak beliau.
Awalnya
beliau hanya ingin sekedar menjalankan amanah dari bapaknya dengan terpilihnya
hingga menjadi wakil bupati Trenggalek mendampingi Pak Emil. Seiring waktu
berjalan, mulai tumbuhlah cinta terhadap Trenggalek itu sendiri. Beliau turut
merasa susah melihat penderitaan masyarakatnya. Para anak-anak muda banyak yang
lebih memilih untuk sekedar membantu orang tua bekerja di sawah. Padahal
sebenarnya mereka mempunyai potensi yang lebih besar untuk bekerja yang lebih
baik. Dari timbulnya cinta tersebut, beliau berusaha untuk membimbing dan
membuka lowongan pekerjaan bagi mereka para anak muda.
“Kita makan dari jerih payah petani, tapi
masih banyak petani yang tidak bisa memberi makan anak-anaknya. Para
intelektual makan dari jeri payah petani, tetapi petani justru tidak bisa
menyekolahkan anak-anaknya”.
Pemikiran-pemikiran beliau, argumen-argumen
beliau sungguh menggetarkan hati untuk merasakan lebih dalam, membangunkan otak
untuk berpikir lebih luas.
“Jangan
menciptakan jarak dengan yang di bawah, yang jauh dari intelektual. Dengan
memilih berada di pucuk Monas tanpa mau menunduk melihat orang yang dibawahnya.”
“Saya minta
tolong sekali pada kalian para generasi muda, orang-orang intelektual, melalui
jurnal-jurnal kalian yang dipercayai orang, suarakan mereka! Mulut saya ini
tidak dipercaya oleh orang-orang.”
Ungkapan-ungkapan
itu, wujud luapan harapan beliau pada kita yang dianggap intelektual. Seperti
kalimat perintah tapi tidak terkesan menggurui. Namun mengajak dengan sopan.
Menggugah masing-masing diri untuk mau berpikir mandiri.
“Leadership,
jiwa kepemimpinan itu muncul dari adanya cinta. Jika kita mempunyai cinta dalam
hati kita, maka kita akan lebih mudah untuk peka dan mampu merasakan. Bukan
hanya mencintai keindahan dengan menuruti nafsu semata tapi kita juga mampu
merasakan penderitaan, kedukaan, sakit dan luka. Dari situlah dapat dikatakan adanya
cinta. Sebagaimana pula Indonesia, kita harus mencintainya. Cintai Indonesia
tidak hanya karena indahnya, Oooh Indonesia itu Negara kepulauan, banyak
destinasi wisata yang indah, menarik dan sebagainya tapi cintai juga dengan
berani merasakan dukanya, penderitaannya, bebannya. Jiwa kepemimpinan itu akan
muncul karena adanya cinta di hati kita.” Sebuah jawaban yang sangat menarik
bagi saya dari salah satu pertanyaan tentang bagaimana menumbuhkan jiwa
kepemimpinan seperti beliau, apalagi dalam usia yang masih sangat muda
ini.
Sungguh hanya rasa kekaguman yang dapat
mewakili kesan pertama saya bertemu dengan beliau. Saya sungguh terkesan dengan
setiap apa yang disampaikan oleh beliau. Kata-katanya tidak hanya membuat kita
diam mendengarkan saja, tapi juga mengajak kita semua untuk berpikir dan
merasakan. Meraba-raba hati dan perasaan di dalamnya. Sudahkah kita peka?
Sudahkah kita mencintai indonesia? Sudahkah kita memikirkan penderitannya?
Benar-benar
beliau itu membuat leleh hati hampir seluruh audiens yang mendengarnya. Begitu
terkesan. Bicaranya bukan sekedar kata-kata yang keluar begitu saja, tapi
seakan apa yang diungkapkannya itu mengandung ruh. Benar-benar hidup penuh
emosi, sungguh! Semangatnya sangat menggebu-gebu. Benar-benar mengobok-obok
hati beserta perasaan di dalamnnya. Dulu aku itu orang yang merem politik, tuli
politik, tapi gegara Pak Wabup ini, beliau seakan membuka cakrawala baru
tentang dunia kepolitikan. Membangkitkan lagi rasa nasionalisme yang tertidur.
Semangat pemuda. Selain itu dari yang sebelumnya saya yang memang masih asing
dengan nama Trenggalek, sejak hari itu saya menjadi tahu kalau trenggalek itu
tetangga Tulungagung, kota yang sudah beberapa kali pernah saya kunjungi.
Demikian membuat saya menjadi ingin berkunjung ke Trenggalek pula suatu saat
nanti.
Sepulang dari
dari acara tersebut, petuah-petuah beliau tidak pergi hilang begitu saja, tapi
masih terngiang jelas dalam ingatan.
Tidak puas cukup sampai disitu, saya menjadi semakin penasaran dengan sosoknya.
Saya mulai mencari tahu di google, youtube, dan instagram beliau. Banyak hal
yang saya peroleh dari sosial media tersebut. Dari beliau, saya mengenal
Trenggalek. Dari beliau saya dapat belajar banyak hal baru lagi. Saya bersyukur
sekali bisa dipertemukan dengan sosok pemimpin yang mampu menggugah jiwa pemuda
untuk membangkitkan kembali jiwa nasionalismenya. Salut banget pokoknya dengan
beliau. Sukses selalu untuk Pak Wabup Trenggalek. Semoga dapat membawa
Indonesia lebih jaya lagi. Semoga selalu dapat menjadi panutan bagi generasi
muda Indonesia. Merdekaaa!!!
Ditulis, 11 Nop. 17
Rampung, 20 Nop. 17
0 komentar:
Posting Komentar