
oleh Ninis Nofelia
“Hawa sejuk selalu saja mengagumkan saat
melintasi bayangan tentangnya. Entahlah, rasanya hati telah tertawan sosok bersahaja
itu. Hampir mendekati 100 bilangan bulan yang hingga kini belum terlepas juga. Pernah
aku mencari tahu tentang perasaannya padaku. Karena saat menaruh rasa padanya
tak hanya menimbulkan keindahan dan kerinduan namun juga keresahan. Adakah
rasaku berbalas dengannya?”
Pernahkah pembaca
merasakan hal yang meresahkan di atas? Tertawan cinta namun takut dan malu
untuk mengungkapkannya. Rasa yang tiba-tiba hadir, entah berawal darimana namun
mengakar begitu saja. Rasanya tak hanya indah, namun juga membuat resah.
Hadirnya cinta
seakan mengelabui mata dan fikiran. Dunia seakan tiba-tiba berubah total
menurut fantasi kita. Si dia yang mungkin dianggap biasa saja oleh dunia, namun
bagi kita dia dalah sosok yang sangat luar biasa indahnya. Cinta memanglah
indah, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Ibn Hazm, ruh seketika menjadi
ringan dan lembut, badan kita tiba-tiba wangi, senyum kita tiba-tiba mengembang
. segala angkara murka, dendam dan kebencian tiba-tiba lenyap. Tiba-tiba menjelma
menjadi seorang seniman yang piawai bersastra. Yah mungkin itulah cara kerja
cinta membius tawanannya. Ajaib bukan?
Keresahan timbul
karena berbagai alasan. Terkadang rasa malu, takut, gengsi, minder, atau yang
lainnya. Takut, gengsi, dan malu kalau-kalau cintanya bertepuk sebelah tangan.
Atau merasa tak PD untuk mendekati si dia yang bergelimang berbagai kelebihan.
Inilah terkadang yang menggugah berbagai ekspresi cinta. Ia sangat ingin
memberitahukan dimana eksistensi cintanya pada si dia.
Islam tak pernah
mengharamkan cinta. Karena Allah mencipta cinta itu sebagai fitrah bagi
manusia. Justru Islam mengajarkan bagaimana mengelola perasaan cinta itu agar
sesuatu yang fitrah akan senantiasa terjaga kefitrahannya. Cinta itu suci,
namun terkadang disalahgunakan dalam pengungkapannya sehingga terkadang cinta
dianggap sesuatu yang tak berbudi. Bukan cinta yang salah, namun cara
mengekspresikannya yang tidak sesuai dengan pedoman yang sudah diberikan dari
Sang Pemberi cinta itu sendiri. Karena para pecinta seyogyanya saling menjaga
kehormatan. Allah menghiasi pada setiap jiwa lelaki maupun perempuan untuk
saling bercinta. Tentunya sesuai dengan koridornya.
Bagaimana
seharusnya kita menyikapi cinta? Karena tanggung jawab cinta jatuh pada
ekspresinya. Apakah ekspresi cinta yang kita beri mengundang ridha-Nya atau
malah sebaliknya, mengundang murka-Nya. Naudzubillah.
Dalam bukunya yang
berjudul “Perempuan”, Quraish Shihab menerjemahkan QS. Al-Imran ayat 14, “Dijadikan
indah bagi manusia kecintaan pada aneka syahwat, yaitu kepada
perempuan-perempuan (dan lelaki), anak-anak lelaki (dan anak-anak perempuan),
harta yang tak terbilang lagi berlipat ganda dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”.
Firman Allah ”di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”,
dinyatakan oleh Ibnu Hazm bahwa cinta yang paling besar dan yang paling
langgeng adalah cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama manusia yang
didasari cinta karena Allah SWT. Nah, mari kita simak beberapa kisah ekspresi
cinta terindah sepanjang sejarah. Tak lain kita buka dengan kisah cinta
sayyidah Khodijah dengan lelaki paling mulia di muka bumi ini, Sayyidina
Muhammad SAW. Satu-satunya yang patut kita buktikan dan yakini adalah janji-Nya. Bahwa
perempuan baik-baik akan mendapatkan lelaki yang baik-baik.
*Bersambung….
Malang, 12 November 2017
Pondok Pesantren Darun Nun MalangMalang, 12 November 2017
0 komentar:
Posting Komentar