By : Siti Khoirun Niswah
Semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Setiap
malam orangtua selalu mendoakan akan kesuksesan anak-anaknya, mengharapkan yang
terbaik untuk anak keturunannya. Sementara seorang anak sekaya apapun, sesukses
apapun, tidak bisa membalas jasa orangtua, tidak bisa mengganti cucuran
keringatnya saat bekerja untuk membiayai sekolah, tidak bisa mengganti nafas
dan tangisan saat berusaha mendatangkan kita ke dunia. Apa yang kita berikan
pada orangtua kita? tidak ada. Seorang anak hanya diberi kesempatan untuk bisa
membuat hati orangtua bahagia dan selalu mendoakannya setiap waktu. Sebuah cerita
dari perjuangan seorang seorang anak untuk membuat ayah dan ibunya tersenyum.
Naila adalah seorang anak yang sangat pandai disekolahnya, ia
selalu menjadi juara kelas namun latar belakang keluarganya tergolong kurang
mampu. Ayahnya adalah seorang takmir di Masjid kecil di desa. Setiap hari
beliau hanya berkerja membersihkan masjid, tidak ada pekerjaan yg bisa ia lakukan
selain membersihkan masjid karena sang ayah ini diberi cobaan tidak bisa
melihat dunia. Ya..karna beliau buta saat Naila masih kecil. Ibu Naila adalah
seorang tukang cuci di rumah. Siapapun yang ingin londry, selalu datang kerumah
dan cucian itu tidak beliau cuci dengan mesin cuci melainkan dengan tangan
kerasnya demi bisa membiayai sekolah Naila. Walaupun begitu, Naila tidak merasa
malu terhadap keadaan orangtua dan ekonomi keluarganya. Pernah suatu hari pada
saat pengambilan rapor sekolah,karna ayahnya buta tidak mungkin bisa berjalan
jauh, dan ibunya kebetulan karna banyak londryan tidak ada yang hadir
mendatangi pengambilan rapor tersebut, dan seorang teman bertanya. “Naila,
kenapa orangtuamu tidak ada yang mengambil rapormu, Padahal kamu kan juara
kelas semester ini?”. Dengan tidak ada keraguan Naila menjawab “Ayahku buta
tidak memungkinkan untuk datang, dan ibuku banyak loundryan juga tidak
memungkinkan untuk datang”. Lantas teman itu merespon, “kasian kamu Nai, pandai
tapi tidak bahagia, seolah juara yang kamu usahakan selama sekolah tidak ada
artinya, pasti setiap hari kamu sedih. melihat keadaan kelurgamu, turut
prihatin Nai”. Lalu Naila juga menjawab pernyataan temannya itu. “siapa bilang
kebahagiaanku sia-sia? Aku setiap hari senang, aku setiap hari bahagia melihat
dan merasakan perjuangan kedua orangtuaku, mereka selalu berdua, ibuku selalu
menjemput ayahku ke masjid dan ibuku tidak pernah menuntut Allah untuk
diberikan suami yang tidak buta, ibuku selalu mensyukuri nikmat yang Allah
berikan. Ayahku selalu mengajari ibuku ilmu-ilmu agama, selalu menyimak aku dan
ibuku membaca Al-Quran setiap habis sholat maghrib, kami bertiga dirumah selalu
terasa damai.” “Apa? Ayahmu menyimak
kamu dan ibumu membaca Al-Quran, tapi kan ayahmu buta?”, “iya ayahku memang buta, namun tidak buta
mata hati dan pikirannya”. Ayahku benar buta tapi beliau seorang penghafal
Al-Quran. Setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, ayahku buta
penglihatannya namun ayahku mampu mendengarkan bacaan al-Quran yang salah.
Setelah mendengar pernyataan dari Naila, temannya itu terharu dan
ia merasakan kemana keluarganya selama ini?, orangtua nya selalu sibuk bekerja
bahkan tak sempat membaca Al-Quran atau sholat berjamaah dengan keluarga
apalagi menyimaknya membaca Al-Quran. Lalu ia meminta maaf kepada Naila atas
pernyataan yang dilontarkan sebelumnya,dan Naila hanya tersenyum dan
menjawabnya untuk melupakan apa yang dia katakana kepadanya. Kehidupan Naila
selalu dijalani dengan kebersamaan. Hal kecil makan pagi selalu mereka lakukan
bersama, betapa kenikmatan yang sangat dasyat bilamana setiap hari bisa kita
jalani bersama.
Suatu hari, tahun ajaran sekolah jenjang Sekolah Menengah Akhir
(SMA) telah berakhir, semua siswa menginginkan dapat melanjutkan ke jenjang
perkuliahan tak terkecuali Naila. Akan tetapi dia berfikir ulang untuk dapat
melanjutkan ke jenjang sekolah. Sebab dia merasa orangtuanya tidak sanggup
untuk membiayai dirinya ke jenjang perkuliahan. Namun karna Naila seorang yang
cerdas di sekolahnya, sang guru menyarankan ia untuk melanjutkan ke jenjang
perkuliahan dengan biaya beasiswa. Sang guru selalu menyemangati Naila untuk
tidak berhenti sampai di SMA saja. Dengan berbagai usaha belajar dengan giat
akhirnya dibukalah pengumuman beasiswa, Naila meminta doa dan restu orangtuanya
untuk dapat mengikuti beasiswa dan lolos tes dan mendapatkan beasiswa tersebut.
Selang beberapa hari setelah tes, akhirnya pengumuman seleksi
beasiswa itu telah diumumkan. Naila sangat yakin bahwa dia pasti lolos dalam
ujian tes beasiswa itu, namun setelah dilihat dunia berkata lain, Naila belum
diberi kesempatan untuk mendapat besiswa ke jenjang perkuliahan itu. Naila
sempat sedih, namun orangtuanya selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya dan
selalu memotivasi Naila untuk selalu mensyukuri keadaannya. Ibunya telah
menguatkannya dengan berkata “kesempatan tidak datang sekali nak, mungkin saat
ini masih ada orang lain yang lebih membutuhkan daripada kita dan kita diberi
kesempatan untuk lebih giat lagi dalam belajar”. Mendengar hal itu, Naila sadar
dan dia memutuskan untuk bekerja sendiri tanpa meminta biaya lagi ke orangtua agar
dapat melanjutkan kuliah tahun depannya.
Hari demi hari selalu ia jalani dengan hati ikhlas dan bahagia, ia
mulai mengajar di sekolah TK dekat rumahnya, membantu kepala sekolah dalam
mengatur penjadwalan guru, dan membantu membuat kurikulum dan silabus. Yahh memang
menjadi guru di sekolah gajinya tidak seberapa apalagi hanya guru TK. Namun karna
keikhlasannya gaji yang diberi oleh kepala sekolah cukup untuk dia beli sayuran
untuk keluarganya,membantu pemasukan ibunya dan sisanya ia tabungkan. Sore harinya
ia membuka bimbel bagi anak-anak tingkat SD, SMP dan SMA, malam harinya ia
membantu ayahnya mengajar ngaji anak-anak di masjid, sambil menjual
makanan-makanan ringan. Karna keikhlasannya mengajar, Naila selalu di kasih
jajanan oleh wali santri di masjid, terkadang pulang membawa nasi goring,
terkadang mendapat gorengan dari tetangga. Lalu ia makan bersama ayahnya yang
bijaksana dan ibunya yang sangat baik hati, selain beberapa kegiatan tersebut, ia juga menerima menjahit bau khusus untuk para muslimah. dari situ ia mampu mengembangkan skilnya dalam bidang menjahit. para tetangga pun juga banyak yang memesan baju padanya. semua pekerjaan selalu dapat ia bagi dengan jam ke Sekolah, TPQ dan kegiatannya sendiri bersama keluarga.
Hari demi hari ia lampaui hingga memasuki tahun berikutnya dan ia
mulai terpikirkan untuk belajar di bangku kuliah. Dibukalah tabungannya dan
sepertinya cukup untuk mendaftar menjadi mahasiswi. Ayahnya sangat mendorong
keputusannya itu, dan ayahnya selalu menguatkan suatu saat rezeki pasti datang
pada orang-orang yang berjuang sepertimu, maafkan ayah karna ayah buta hingga
kamu harus menunda kuliahmu dan bekerja mencari penghasilan sendiri. Paginya naila
mendapat pengumuman bahwa telah dibuka tes masuk perkuliahan. Lalu dia
mendaftarkan dirinya dan mengikuti tes beberapa hari setelah datangnya
pengumuman.
Menunggu beberapa hari, Naila berdoa dan memohon agr dimudahkan
segala urusannya. Penguuman hasil seleksi pun keluar. Nama Naila tercantum
nomer 3 dipapan pengumuman,ia lolos dalam seleksi jalur beasiswa tersebut. Ayah
dan ibunya bahagia mendengar Naila lolos dalam seleksi tersebut. Setelah itu,
ia tidak akan merasa letih untuk terus belajar dan bekerja, ketidakmampuan
dalam bidang ekonomi dan kekurangan fisikyang dimiliki orangtua bukan menjadi
penghalang bagi kesuksesan seorang yang mampu melangkah dan berjuang. Menghilangkan
gengsi dan malu adalah hal yang harus dilawan oleh hati.
0 komentar:
Posting Komentar