
Oleh Ninis Nofelia
“Sebening-beningnya kaca, masih
berpotensi untuk menerima debu. Konflik atau perdebatan pasti selalu ada dalam
sebuah rumahtangga, ya… maklumi saja. Karena dua manusia yang memiliki pemikiran, perasaan, pola pengasuhan bahkan
jenis kelamin yang berbeda, tiba-tiba di usianya mengawali dewasa mereka bernaung
dalam satu atap, menjalani segalanya
bersama…” (Renungan pagi setelah mengaji Muasyaroh Zaujiyyah)
Siapapun pasti merindukan menikah, karena kejombloan
yang berkepanjangan bukanlah prestasi membanggakan bukan? Namun dibalik itu
semua ada sebuah harga yang harus dibayar. Sebuah komitmen yang dibangun atas
dasar cinta, kasih sayang dan kebersatuan menghamba kepada Tuhan. Yah, kalau
dipikir-pikir kok bisa ya? Kenal aja belum lama, tahu keseluruhan juga enggak.
Tapi hebatnya kedua insan ini mengambil keputusan yang dahsyat, berani saling
percaya untuk menggenap.
Menggenap dalam artian lebih intens dari makna
pernikahan itu sendiri merupakan suatu proses alamiyah atau fitrah dari Allah, hasil
dari rindu yang berkepanjangan untuk menemukan pasangannya. Merindukan sesuatu
yang sesuai keinginan dirinya. Sehingga ia memilih seseorang tertentu untuk
menggenapi hidupnya. Bahkan masanya bisa jadi lebih lama dari masa hidupnya
bersama kedua orangtuanya. Sungguh ini adalah sebuah pilihan yang rasanya
penting untuk menimbang baik-buruknya sebelum mengambil kepastian. Karena dua
manusia yang berbeda dari segi unsur apapun, kemudian menjalani kehidupan
bersama hingga Allah Swt. yang menentukan akhirnya.
Dalam sebuah kitab, Muasyaroh Zaujiyyah yang membahas
serba-serbi dalam berumahtangga menjabarkan bagaimana sebuah hubungan
melahirkan keharmonisan meskipun tak dipungkiri bahwa laki-laki dan perempuan
pasti berbeda. Baik itu dari segi fisik maupun non fisik. Hubungan berumahtangga
yang sesuai dengan syariat Islam yang jangkauan tak hanya bermuamalah lintas
dunia tapi juga hingga ke akhirat yang di damba, yakni surga firdaus-Nya.
Tentang bagaimana manajemen konflik yang benar, yang mana
hal-hal yang memicu perselisihan mampu mendewasakan bukan malah berujung pada perpisahan.
Pada bab kesepuluh kitab tersebut menjelaskan betapa pentingnya setiap anggota
dalam suatu keluarga memahami perannya masing-masing untuk saling melengkapi
dan menambah kualitas, sehingga pengetahuan tentang hak dan kewajiban bagi
suami istri adalah mutlak untuk dimiliki demi lurusnya suatu hubungan. Karena kegagalan
suatu hubungan kebanyakan diakibatkan oleh kegagalan memahami peran masing-masing
personel dalam keluarga.
Perlu diindahkan bahwa tegaknya hubungan antara suami istri adalah satu pondasi
yaitu mawaddah warohmah sebagaimana firman Allah Swt:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”(QS.
Ar Ruum: 21)
Begitulah
Allah telah mengabarkan bahwa asas dalam berumahtangga adalah kasih sayang.
Kuncinya adalah saling memahami tanpa saling berselisih. Karena dalam hati
pecinta, masih terdapat potensi untuk tercermar rasa kebencian (keburukkan).
Maka perbanyak syukur, kasih-sayang, sabar, dan
rasa maklum, insyaallah dengan
taufik dan pertolongan Allah semua
akan tetap berjalan dengan baik juga selaras. Kalau begitu bukan tidak mungkin bisa mencipta syurga di dunia sebelum syurga yang sesungguhnya, kan?
“رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا”
Wallahu’alam
Bisshowwab
Ngaos Muasyaroh Zaujiyyah sareng Ustadz Halimi Zuhdy
Ngaos Muasyaroh Zaujiyyah sareng Ustadz Halimi Zuhdy
Malang, 18 Oktober 2017
www.darunnun.com
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Bagus...
BalasHapus