Oleh:
Nur Sholikhah
Terkadang
aku merasa iri dengan mereka, bisa tidur di tempat yang nyaman dan terlindung
dari panasnya matahari dan dinginnya air hujan. Sedangkan aku, hanya mampu
berkeliaran kesana kemari tak tahu arah karena semua tempat bagiku terasa sudah
tiada rasa. Kadang aku benci, kenapa aku diciptakan seperti ini, liar dan tak
terurus bahkan ayah dan ibuku tega pergi meninggalkanku. Aku seorang diri,
meski terkadang aku bertemu dengan salah satu teman, tapi mereka semua seolah
acuh dan tak mau peduli denganku. Bahkan hanya sekedar berbagi makanan saja,
tidak.
Aku
berjalan pelan tanpa arah, perut ini sudah terasa sangat perih, kakiku berat
dan ngilu karena tadi pagi di pasar kakiku terinjak oleh salah satu pedagang
ikan. Pedagang tersebut mencaci lalu mengusirku. Padahal aku hanya ingin
meminta sedikit belas kasihan darinya. Ah, sungguh malang nasibku. Aku hanya
bisa pasrah dan aku yakin bahwa tuhan itu maha adil dalam mengatur rizki untuk
semua makhluk ciptaan-Nya termasuk diriku.
Terkadang
aku terpaksa menyusup di suatu rumah dan mencuri sesuatu yang bisa ku lahap,
meski itu hanya secuil daging dan tulang. Dengan sigap ku bawa lari makanan
itu, berlari dan terus berlari karena takut ketahuan sang pemilik. Jika aku
sampai ketahuan mencuri, aku akan dikejar dan dipukul dengan gagang sapu atau bahkan
dilempar batu. Ah untuk secuil makanan saja aku harus rela mempertaruhkan
nyawaku. Aku begitu takut, aku tak mau tubuh kecil ini terluka lagi. Semakin
kencang aku berlari, maka laju kaki ini tak terkendali. Aku bisa menjadi
perusuh dadakan di rumah itu, ku tumpahkan air dalam gelas di atas meja, ku
singkirkan benda-benda yang menghalangi laju lariku.
Sungguh
malang nasib diriku, tak ada seorangpun yang mau menjamahku, menggendongku, dan
memberiku makanan dengan kasih sayang. Aku seperti sesuatu yang buas dan
pembawa kerusuhan. Padahal aku seperti itu hanya karena lapar dan kalian tak
peduli denganku. Setiap kali aku bersuara untuk meminta makan, kalian langsung
mengusirku dan menghardikku bahkan terkadang kalian menendangku. Kembali aku
pergi berlari dengan rasa haus dan lapar yang menggerogoti. Tuhan, apakah
mereka sudah tak memiliki hati nurani?
Pondok Pesantren Darun Nun
Bukit Cemara Tidar f3 No.4 Malang
0 komentar:
Posting Komentar