oleh:
Nur Sholikhah
Kami berdiri mematung di pinggir jalan raya tepatnya di
depan sebuah toko isi ulang air minum sambuil memandang lalu lalang kendaraan
yang lewat begitu saja tanpa permisi. Aku dan kedua temanku akan kembali ke
tempat perantauan, di salah satu kota yang mendapat julukan kota pelajar di
provinsi Jawa Timur ini. Sudah 1 jam lebih kami menunggu disini, menunggu bus tujuan
kota Malang untuk kami tumpangi. Lelah sudah pasti kami dapati, begitupun rasa
haus yang ikut berkelahi. Sebenarnya sudah ada 2 bis yang lewat dan menawari
kami tumpangan, namun kedua bus tersebut sudah penuh dan kami tidak mau berdiri
di dalamnya dalam waktu 2,5 jam. Tawaran itu kami tolak, dan kami berharap bus
selanjutnya membawa penumpang yang lebih sedikit agar kami dapat tempat duduk
untuk bersandar.
Namun untuk menunggu bus yang ketiga sangatlah lama, mungkin
sekitar 15-20 menit, hingga matahari tersenyum melihat wajah kami berpeluh
keringat. Ku tengok jam tangan yang sengaja ku tempel di tangan ini. Jarum
kecilnya sudah menunjukkan pukul 9 pagi, sedangkan kami harus sampai di Malang maksimal
jam 1 siang karna ada urusan yang harus kami selesaikan. Aku beranjak dari tempat
dudukku dan kembali berdiri dengan wajah menoleh ke kanan, berharap ada armada
bis berwarna orange putih menghampiri kami. Banyaknya kendaraan yang lewat menambah
pemandangan semu mata ini. Setelah beberapa menit kemudian aku tak kunjung
melihat bus itu melaju, hanya mobil-mobil pribadi orang-orang kaya dan para
truk pengejar waktu yang kudapati. Kaki ini sudah terasa kram dan aku
memutuskan duduk kembali, begitupun dengan kedua temanku.
Untuk menghilangkan rasa bosan, kami mengobrol santai. Entah
apa yang kami bicarakan, sudah berapa banyak kata yang keluar dari mulut ini
dan sudah berapa topik yang kami perbincangkan hingga kami tak tahu kalau ada
bus yang kami tunggu telah melaju kencang melewati kami. Kami hanya bisa
menatap tak percaya, sejenak suasana menjadi hening lalu gelak tawa pecah
diantara kesunyian itu. Aku menertawakan diriku sendiri yang hanya bisa diam
saat melihat bus itu melaju di depan kami. Akhirnya mau tak mau, kami harus
menunggu bus yang selanjutnya. Matahari semakin terik, jam pun sudah
menunjukkan pukul 09.30. Kami harus segera berangkat, pilihan terakhir adalah
harus naik bus yang selanjutnya dalam keadaan apapun.
Beberapa menit kemudian, aku melihat bus berwarna orange
putih itu melaju dari arah utara. Aku berteriak kepada kedua temanku "eh
itu busnya". Dengan perasaan gembira bercampur kesal, kami pun terpaksa naik.
Di dalam bus sudah dipenuhi penumpang. Cuaca yang panas menambah sesak suasana,
bau keringat bercampur minyak wangi dan minyak kayu putih ikut menebar rasa
mual di perut ini. Kami berdiri dan berdesakan dengan penumpang lainnya. Tubuh
kecil ini harus rela terjepit di antara mereka.
" Yakin mau nyampek Malang dengana keadaan kayak
gini?" tanya salah satu temanku.
"Iya, mau gimana lagi?" dengan wajah setengah
kesal temanku yang satunya menimpali.
Aku hanya mampu menggerutu dalam hati, "Sudah cuacanya
panas, harus berdiri lagi" .
Kami pun pasrah dengan keadaan ini. "Sudahlah mungkin
ini memang yang terbaik" gumamku. Aku mencoba menikmati perjalanan yang
melelahkan ini, ku tatap setiap pemandangan asri di daerah pegunungan yang
menjulang. Terlihat pohon dan sungai saling melengkapi, warna hijau yang
mendominasi membuat segar kedua mata ini.
Macet berkali-kali menghambat perjalanan kami, aku harus
lebih bersabar menahan kantuk dan gerah serta rasa kram di kedua kakiku.
Setengah perjalanan telah berlalu, tiba-tiba ada sebuah pemandangan yang
membuat kami harus bersyukur dengan keadaan. Bagaimana tidak? bus ketiga yang
kami tunggu-tunggu sedari tadi ternyata mogok di tengah jalan. Sedangkan jalan
tersebut berada di daerah pegunungan yang jauh dari pemukiman dan tempat
reparasi mobil. Maka terpaksa para penumpang terlantar dan harus menunggu untuk
di oper ke bus yang selanjutnya. Dalam hati aku bersyukur, ya Allah kini aku
tahu rencanaMu tadi. Kenapa kita diharuskan untuk ketinggalan bus yang ketiga,
agar kita tidak terlantar seperti mereka. Ya Allah rencanaMu memang begitu
indah. Ampuni kami hambaMu yang tak tahu diri, yang hanya bisa mngeluh dengan
semua kehendakMu. استغفرالله العظيم
Ini hanyalah sepotong kisah penuh hikmah yang pernah terjadi
dalam sekelumit hidup ini. Setiap peristiwa sekecil apapun sesungguhnya terdapat
hikmah di dalamnya dan apabila peristiwa-peristiwa tersebut dirangkai, maka
akan saling berkaitan satu sama lain. Kita sebagai hamba yang lemah tak mampu
berbuat apa-apa tanpa daya dan kekuatan dariNya لاحول ولاقوة الا بالله العلي
العظيم. Maka kita tidak patut mengeluh dengan semua kehendakNya, bersabar dan
ambil hikmah dari setiap peristiwa maka kita akan menemukan kebahagiaan yang
sesungguhnya.
Malang, 17 April 2017
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar