Mari saya
perkenalkan dengan seseorang yang membuat saya dan teman-teman selalu betah
berlama lama di dalam kelas. Beliaulah Ustad Ahmad Izzuddin M. Hi yang bukan
hanya pendidik di pondok darun nun melainkan juga pengurus di pondok tersebut.
Pertama kali bertemu beliau yaitu saat berada di kelas kajian kitab arbain
nawawi. 40 hadis nabi yang dikemas dalam satu kitab. Takut juga masuk kelas
beliau karena tiap pertemuan kami wajib hafal satu hadits. Namun ketika beliau
sudah masuk ke kelas dan sesi hafalan sudah selesai pelajaran beliau mulai
dengan menyenangkan, penjelasan beliau berikan dengan simpel disertai contoh
contoh yang dekat dikehidupan kami. Humor-humor segar dan narsis pun sering
beliau gunakan sebagai jurus andalan.
Tak heran
mengapa beliau bisa mengajar dengan begitu luwes. Ternyata ustad izzuddin lahir
dan dibesarkan di kotanya para santri dan kyai. Kota Jombang. Beliau lahir
tepat pada tanggal 12 Oktober 1979 di diwek Jombang. Tempat tinggal beliau
berada di jl. Masjid no. 12 Jatirejo Barat Diwek Jombang. Ustadz penyuka
tanaman dan hewan ini lahir dari pasangan K.H. Zubaidi dan Ibu Nyai Hj. Asma. Nama
Ahmad Izzuddin yang beliau dapatkan dari abahnya ternyata disandarkan pada nama
seorang ahli fiqh yang bernama Izzuddin Abdus Salam, wah mungkin keinginan
ayahanda agar beliau dapat tumbuh menjadi seperti ulama ahli fiqh tersebut.
Benar juga jika saat ini ust izzuddin menjadi ahli fiqh nikah di fakultas
syariah uin malang. Merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara, ust izzuddin
memiliki dua kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Maka beliaulah anak
lelaki pertama dari keluarga Kyai Zubaidi. Tak heran banyak yang menjuluki
“Satrio Paningit”, anak yang digadang akan menjadi penerus Kyai Zubaidi.
Pendidikan
formal pertama yang beliau dapatkan yakni di TK Seblak Jombang, MI dan SMP
beliau pun dilanjutkan di tempat yang sama. Saat kecil beliau mengaku bahwa
termasuk daftar dari anak yang bandel. Tapi bandelnya cerdas. Pernah suatu
ketika beliau diutus untuk mengaji oleh buya beliau. Sesampainya di rumah guru
ngajinya, beliau berkata "Tad, sama abah nggak boleh ngaji di sini
lagi." nah ketika di rumah ketika abah beliau tanya "kenapa nggak
ngaji?" dengan cerdiknya beliau jawab "Kata pak guru ngajinya libur
terus." karena abah beliau adalah kyai, maka ustad ngaji tak berani
menanyakan kepada abahnya. Berhasillah ust izzuddin terbebas dari kewajiban
ngajinya. Hhe great ustad bisa
kami praktikkan hhe. Begitulah sampai umur 4 tahun ust izzuddin belum mengaji
al quran, tapi sekarang kalau ngaji subhanallah bikin hati tentrem banget.
Terkait bagaimana cara ustad belajar mengaji dengan cepat beliau menjawab bahwa
jika hati sudah terbuka dan ada niat yang kuat maka mau belajar apapun tidak
perlu waktu yang lama.
Perjalanan
belajar selanjutnya beliau tapaki di MA Khusus Nurul Jadid, namun ternyata
hanya 1 tahun beliau krasan mondok di sana, wah ternyata ustad juga pernah tak
kerasan di pondok ya, hehe. Ternyata beliau masih tidak rela meninggalkan kota
jombang tercinta, akhirnya beliau pindah ke pondok Tebu Ireng Jombang. Ada
pengalaman menarik yang didapatkan oleh Ust Izzuddin di masa MA, sekolah
memilih beliau untuk menjadi wakil belajar di cianjur. Pembelajaran singkat
selama dua minggu itu merupakan Daurah bersama Syekh-Syekh dari Siria. Di sini
beliau mendapatkan pelajaran yang sangat berharga yakni bagaimana cara para
syaikh mengajar, bagaimana bedanya dengan pembelajaran dari para kyai jawa. Tak
hanya itu, pelajaran kedisiplinan juga beliau dapatkan. Beberapa diantaranya
yakni bagaimana beliau dan teman-temannya harus tepat waktu datang ke kelas
setelah subuh, didukung dengan letak kelasnya yang ada atas gunung, rasa dingin
dan rasa kantuk menjadi musuh paling jahat. Lucunya jika di kelas ketahuan
menguap para santri akan mendapatkan hukuman karena itu tanda bahwa murid tidak
berkonsentrasi pada pelajaran.
Pendidikan
tinggi beliau tempuh di IAIN Surabaya (Sekarang UIN Sunan Ampel Surabaya)
dengan S1 jurusan Al Ahwal Al Syakhshiyah dilanjutkan S2 beliau di universitas yang sama di bidang Hukum Islam, kemudian menjadi Dosen di Fakultas Syariah pada Jurusan Al Ahwal Al
Syakhshiyah di bidang ilmu Fiqh Munakahah. Selain itu Ustad Izzuddin juga
pernah menjabat sebagai sekretaris Lembaga Amil dan Zakat UIN Malang, El-Zawa, Sampai saat ini stad izzuddin mulai menjadi Sekretaris Jurusan Al
Ahwal Al Syakhshiyah. Banyak inovasi dan ide ide kreatif yang direalisasikan
dengan murid-murid beliau. Salah satu project yang baru beliau dan
murid-muridnya garap yakni pemasangan penunjuk arah-arah kiblat di rumah-rumah
masyarakat.
Ustad yang
terkenal humoris ini ternyata memiliki sisi unik. “Punya kepribadian ganda”
begitu candanya. Satu sisi beliau humoris seperti banyak orang mengetahuinya,
namun satu sisi juga beliau emosional atau kalau sudah punya keinginan maka
tidak bisa tidak. Tak jarang kemauannya atau kritikannya diselipkan pada
humor-humor yang beliau sampaikan. Kalau sudah pakai jurus itu pasti bisa
menebas para lawannya hehe. Tak hanya kepribadian yang unik, ustad yang unik
ini juga merupakan penyuka hewan dan tumbuhan. Kalau lewat rumah beliau
silahkan dilihat di lantai atas dan di teras rumah, ada banyak jenis tanaman
mulai dari rambutan, jeruk lemon, buah naga, strawberry, bunga-bunga, sampai
rumput-rumput liar semua ada. Untuk hewan beliau memiliki banyak koleksi burung
yang ditaruh di depan rumah maupun di atas. Kalau saja ada tempat yang luas
mungkin beliau sudah mendirikan taman safari 2 mengalahkan pandaan hehe.
Rasa
sayang beliau pada lingkungan, hewan dan tumbuhan seakan memancarkan betapa
penyayangnya beliau ini. Kaluarga kecil beliau merupakan segalanya, penyemangat
hidupnya. Ustadz izzuddin mendapatkan seorang bidadari cantik yang sering
dipanggil mama Fatimah. Dari pernikahan tersebut beliau dianugerahi 3 buah hati
yang cantik pun tampan-tampan. Anak pertama yakni Ashfa Nabihah yang cemerlang
dan energik. Selanjutnya anak laki-laki yang ganteng dan berani bertarung hehe
yakni Azhar Zubaidi. Dan yang paling imut dan lucu Arsyad…….. saat ini beliau
beserta keluarga tinggal di Perum Bukit Cemara Tidar …. Malang. Mengenai
mendidik anak dan menangani keluarga terkadang beliau lembut terkadang juga
perlu keras. Semua itu tak luput dari pengetahuan-pengetahuan beliau tentang hukum
pernikahan yang sudah menjadi passion beliau dan juga contoh yang diberikan
oleh ayahanda beliau. Kepada anak-anaknya beliau memberikan kebebasan untuk
belajar apa yang ia sukai. Mbak ashfa sering mengikuti kelas renang begitu pula
dengan kedua anak laki-laki beliau. Apa yang ingin dipelajari selama itu
positif maka its okay.
Abah dan
Ibu beliau juga merupakan segalanya bagi beliau. Walaupun dengan sang abah beliau
terhitung sering berbeda pendapat karena watak yang sama kerasnya. Namun begitu
abah beliau sering memberikan kebebasan pula pada apa yang ingin dilakukan dan
dipelajari oleh ustad izzuddin. Cerita lucu tentang abah beliau yakni seringnya
sang abah lupa kelas berapa anak beliau ini. Sering tamu datang dan bertanya
“Kyai anaknya umur berapa?” dan sang abah menjawab “Berapa ya? Hehe.” Kalau
sudah begitu ustad izzuddin lalu dipanggil dan ditanya kelas berapa. Tapi nanti
kalau ada tamu lagi ya tanya lagi. Ibu Nyai Asma adalah orang betawi, supel
pada semua orang dan humoris. Dua kepribadian berbeda inilah yang akhirnya menurun
tepat pada ustad izzuddin. Satu hal yang beliau ceritakan sambil menahan
tetesan air mata adalah ketika menceritakan sosok K.H. Zubaidi di akhir hidup,
saat itu abah beliau memeluk anaknya satu persatu dan membicarakan banyak hal
tentang harapan sang abah. Hal itu seakan memecahkan perasaan tidak
diperhatikan yang bersarang di batin beliau sebelumnya. Sepeninggal Kyai Zubaidi
beliaulah yang ditunjuk sebagai penerima estafet pemimpin pesantren. Namun karena
domisili di malang maka dibantulah oleh saudara-saudara beliau yang ada di
jombang. Setiap sabtu minggu selalu beliau sempatkan untuk bertandang ke rumah
di jombang untuk mengawasi santri-santrinya. Subhanallah.
Saat ditanya
tentang motto hidup ustad nyentrik ini menjawab taka da motto. Beliau menjalani
hidup dengan mengalir saja. tidak perlu memaksakan diri untuk terlalu mengejar
apa yang tidak ada di tangan. karena dunia hanyalah permainan maka ya anggap sebagai
pemain saja. Hidup dengan bahagia saja itu sudah cukup dan bahagia sangat
sederhana, sesederhana kebahagiaan beliau ketika memberi makan para hewan
peliharaan kesayangannya.
Tetapi
dari cerita yang ditangkap, beliau memagang prinsip untuk banar-benar
membumikan ilmunya. Bagi beliau cara mengajar yang baik adalah yang
kontekstual, yakni bagaimana siswa bisa mengaitkan ilmunya dengan contoh contoh
sederhana di sekitar sekolah. Begitu juga pesantren yang baik adalah yang
manfaat bagi masyarakat, itulah mengapa banyak ide yang beliau keluarkan yang
mengedepankan pengabdian di masyarakat tidak melulu di penelitian. “Turunkan
ilmumu ke bumi, dan abdikan diri di masyarakatmu.” Begitulah pesan beliau.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar