Bertemu dengan seorang penulis sastra,
penyair dan pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun ini tidaklah mudah. Di sela-sela
kesibukan Beliau mengasuh santri dan mengajar ngaji di berbagai pondok di
Malang, pada Selasa malam
(8/9)
reporter Majalah Katabuku akhirnya dapat bertemu dan berbincang perihal kepenulisan.
Ditambah dengan suguhan kopi hangat menjadikan suasana obrolan semakin hangat pula.

Oleh: MUHAMMAD N. HASSAN
Di lingkungan civitas akademika UIN
Maliki Malang terutama Fakultas Humaniora dan Budaya siapa yang tidak mengenal
Dr. H. Halimi Zuhdy, M.Pd. Ustad berkacamata dan sering memakai kopyah putih
ini santer dengan tulisan-tulisannya yang puitis. Memang sejak duduk di bangku
Madrasah Ibtida’iyah (MI) sudah seuka menulis, berawal dari sering membuat
puisi sampai sekarang. Bagainya, dengan
menulis maka kita akan kekal. Kekal dalam artian mendapatkan pahala kebaikan
secara terus menerus.
“Untuk dapat membuka dunia, maka dengan
membaca. Sedangkan untuk bisa kekal (dalam tanda kutip), maka dengan menulis.
Karena menulis memberikan kontribusi sebagai amal jariyah. Jika tulisan kita
dibaca orang lain dan orang tersebut tergugah sampai ditularkan kepada
sekitarnya maka kita pun ikut mendapat pahala,” pijaknya.
Menurut istri dari Sayyidah Hafshoh ini,
menulis adalah sebuah perjuangan dan kebutuhan yang luar biasa. “Dalam dunia
literasi baik buku apalagi website, persentase tulisan terbanyak sekitar 80% adalah
dari orang non muslim, 20% sisanya baru dari orang Islam. Padahal kebanyakan
berisi opini-opini liar yang menggiring kepada kehancuran. Kita harus melawan
menulis secara produktif berkaitan dengan kebaikan. Jangan sampai kalah konten,”
ajak khodim pesantren kepenulisan ini.
Berkaitan dengan hobi menulis ini lah
sehingga beliau mendirikan Pesantren Darun Nun (pondok menulis dan berkarya). Nama tersebut terinspirasi oleh Surat Al-Qalam ayat 1 yang artinya “Nun, demi
kalam dan apa yang mereka tulis”. Pesantren ini mendidik santri-santri mahir
berbahasa dan berkarya melalui tulisan. “Melalui Pesantren Darun Nun ini
anak-anak dapat tergerak untuk menulis dengan baik sehingga memberikan manfaat
baik kepada diri sendiri maupun orang lain,” harap Ustadz Halimi.
Sebagai dosen dan peneliti sastra
Indonesia dan Arab, tuisan-tulisan beliau sudah banyak yang dimuat di berbagai media
baik cetak maupun online lokal, nasional dan
internasional bahkan pernah nongkrong di Al-Qolam Saudi Arabiyah, baik berupa
puisi, artikel dan opini. Dan pernah menjadi juara penulisan dan pembacaan Puisi
berbahasa Arab dan Indonesia, dan baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari
Munir Mazid (nominator Nobelis Internasional) Award for Poetry and Translation.
Pernah membacakan syairnya di Riyadh Saudi Arabiyah dan juga bersama 11 penyair
Internasional dalam Festival Puisi Internasional.
Berbagai komunitas ia pernah dirikan dan diasuhnya seperti,
Sanggar Seni al-Abqory Madura, FIM (forum Intelektual Malang), “KALIMA” (kajian
Linguistik dan Terjemah ), “HATAS” (halaqoh Tazkiyah Nafsi), dan Pengarah
el-Kast (lembaga kajian sastra dan terjamah), Pembina Komunitas Sastra Malang
(Tinta Langit, Vojaz, Eksislamika dan Minyak Bumi), Direktur CAS (Central
Arabic Study) Malang, Pemimpin Umum Jurnal “MAHARDIKA” (Sastra dan Bahasa) UIN
Malang, Pimred Jurnal Sastra dan Bahasa Arab el-Fuad, PU jurnal Sastra
Arab-Inggris Mahardika, PU Krip Sastra, Pimred bulletin al-Isyroq, shout
Tholabah. Bidang Komunikasi, informasi dan media massa GPMI (Gerakan
Persaudaraan Muslim Indonesia) Jawa Timur, pembina LKaS (Lembaga Kajian Sastra)
Malang, pembina
mata kuliah Sastra Arab Modern, Folklor Arab, Teori Sastra, dan Al-Arabiyah Li
Aghrad Khassoh. ketua redaksi Jurnal LiNGUA Humaniora UIN Malang, motivator
menulis dan menjadi mursyid
Toriqot Sastra.
Beberapa buku telah ditulis dan diterbitkan berupa Antologi
puisi “Menjaring Cakrawala”, Bandun (2010), “Tuhan Pun Berdzikir”, Yogyakarta
(2011), “Deru Awang-Awang”, Bandung (2012), “Negeri Tikus”, Yogyakarta (2013),
“Zam-Zam Cinta”, Malang (proses cetak). Dan beberapa buku lainnya
seperti : Al-Biah Al-Lughawiyah, Takwinuha Wa Dauruha Fiktisab
Al-Arabiyah, UIN Pres Malang (2010), Lancar Berbicara Bahasa Arab (2011) Masa
Kecil Yang Tak Terlupa (2011), Ekspresi Cinta Untuk SBY (2012). Indonesia
Menulis, EP (2011), Percaya Tidak percaya, Menulis Itu Mudah (2012), Mendadak
Lucu (2013) dan beberapa buku yang telah disuntingya : Teori Sastra Arab
(2011), Nadhariyah Imla’ (2011), Paradigma Pendidikan terpadu (Menyiapkan
Generasi Ulul Albab) (2011), Komunikasi dalam Al-Qur’an (2011). Qotorotul
Aqlam, Ghazaratul Ahlam (2013), Diwan Halimi Zuhdy (proses cetak), Sejarah haji
dan Manasiknya (proses cetak) bulan ini mempersiapkan 2 buku antologi puisi
untuk terbit.
Selain itu beberapa karya lain yang pernah ditulis, baik esai,
makalah dan penelitian pun cukup banyak
di antaranya adalah Al-Islam wa as-Saqofah (2001), Ta’mimul Lughah Al-“arobiyah
(2002), Toriqotul ta’alumil lughah al-Arobiyah (2003), Al-‘Arabiyah waa
al-lughah al-ukhro--Darunnun (bicara) 1 April 2015 04.22 (UTC) (2003),
Al-hubbb (Qisshoh musalsalah ) (2004) ats-Tsaqofah min hinin ba’da hinin (2004), al-tartil fi tafsir al-Qur’an, dirasah
ma’ashirah fi al-kitab li Muhammad Syahrur (2005), Menjadi Cerdas dengan
Menulis (2010) Pemikiran pembaharuan Islam dalam Puisi-puisi Muhammad Iqbal
(2011). Analisis Form Pada Puisi-Puisi Nizar Qabbani (2012) Mistis Jalaluddin
Rumi (2013).
Segudang karya tersebut terlahir dari
pedomannya yakni “dalam 24 jam berkarya tanpa henti
ibadah sampai mati semampu dan sekuat kita”. Di samping itu ada sebuah motivasi
dari KH. Mahali, seorang ulama Kudus berpesan bahwa jangan berfikir siapa yang
membaca tulisan kita. Terpenting adalah menulis yang baik. Karena siapapun yang
membaca tulisan kita itu ibarat santri kita. “Contoh sederhananya, saya mempunyai teman di facebook lima ribu orang,
kemudian saya menulis dhal baik dan dibaca minimal lima ratus orang saja dan termotivasi
menjadi baik. Maka mereka sama halnya sebagai santri saya,” terangnya.
Berbicara mengenai strategi dan teknik
menulis, bapak tiga anak ini berpendapat bahwa sebenarnya setiap orang
mempunyai cara berbeda-beda. Namun menurutnya agar menjadi penulis yang baik
adalah menjadi pembaca yang baik terlebih dahulu, lantas “menulislah!” dan
biasakan. Karena menulis itu “skill” sehingga butuh sebuah kebiasaan untuk menulis,
menulis dan terus menulis. “Ibarat ingin menjadi pembicara yang baik maka
haruslah menjadi pendengar yang baik. Karena dua telinga dipersatukan dalam
satu mulut. Begitu halnya dengan menjadi penulis yang baik dimulai dari menjadi
pembaca yang baik. Dari dua mata dipersatukan dalam satu pikiran dan
dituangankan melalui tulisan,” jelas alumnus King Saud University ini.
Sedangkan terkait waktu yang pas untuk
menulis, pengagum Jalaluddin Rumi ini berusaha memanfaatkan waktu luang diluar
jam kerja. “Sebenarnya menulis itu tidak terikat oleh waktu. Akan tetapi kita
perlu mengalokasikan agar tidak berbenturan dengan aktivitas. Saya biasanya
menulis pada malam hari ketika sepi dan saat santai-santai di bus.”
Dalam menulis, setiap penulis mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Namun semua penulis pasti pernah mengalami macet dan
memiliki cara masing-masing dalam menyelesaikannya. “Ada beberapa buku yang
masih macet ditulis, karena kekurangan referensi dan data. Menurut saya
cara mengatasinya adalah dengan membaca,”
ujarnya. Menurutnya kebanyakan penulis tidak ada niatan bukunya sampai bisa Best
Seller. “Buku bisa sampai best seller merupakan hadiah dari Tuhan,” tambahnya
sambil tersenyum ramah.
Di sesi terakhir perbincangan, pengajar
Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Arab di Pascasarjana UIN Malang ini berharap
terhadap UIN Maliki Press selaku lembaga literasi di kampus ialah bisa menerbitkan
buku-buku layak baca sebanyak 100 buku per bulan dari dosen-dosen. Kemudian
membentuk tim khusus (semacam utusan) untuk menjajakan/mengompori terkait kepenulisan.
Serta sering mengadakan bedah buku karya dosen UIN di berbagai tempat. Selanjutnya,
agar civitas akademika kampus lebih semangat lagi menulis, UIN Maliki Press
memberikan reward bagi penulis yang bukunya terbaik, terbanyak diakses atau dibeli.
(hsn)
0 komentar:
Posting Komentar