Pondok Pesantren Darun Nun Malang
Pemilik Taman Pustaka? Ya, inilah
sebutan yang tepat untuk seorang yang gigih belajar. Dia adalah Dr. Hari
Wisodo,S.Pd., M.Si., putra sulung dari pasangan Ibu Sri Hartini dan Bapak
Soedariman. Seorang laki-laki yang lahir di Kota Blitar pada 24 Juli 1973 ini
memiliki tiga orang saudara, dua diantaranya adalah perempuan. Semasa kecil ia
kerap disapa dengan nama Hari.
Bocah kecil yang gemar main bola ini
mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Bendogerit III, Blitar.
Memilih SD dari pada MI (Madrasah Ibtidaiyah) disebabkan pada saat itu SD
memiliki nama yang lebih dikenal di kalangan masyarakat dari pada MI. Sehingga
orang tua Hari pun memasukkan ia ke SD. Hari menyebut dirinya sebagai anak yang
sangat bahagia ketika SD. Bahagia yang ia maksud ialah ketika masa SD ia banyak
menghabiskan waktunya untuk bermain bersama teman sebayanya. Diantaranya ia
sering pergi ke sungai untuk bermain air, pergi bermain sepak bola, dan masih
banyak hal lainnya yang ia lakukan bersama teman kecilnya. Selain gemar dengan
bola, ia juga gemar lari dan Drumband. Tak jarang ia mengikuti lomba Drumband.
Saat itu, sempat ia mendapatkan juara harapan pada lomba Drumband tingkat provinsi. Di balik kisah bahagia yang
ia ungkap ketika masa SD, ternyata terdapat kisah yang sempat membekaskan luka
dalam dirinya. Saat itu, waktu yang dimiliki banyak ia gunakan untuk bermain. Semangatnya
bermain telah mengalahkan kemauannya untuk belajar. Sehingga di waktu SD ia tak
mendapatkan nilai yang cukup bagus dibandingkan teman sekelasnya. Ranking yang ia dapatkan pun tergolong ranking urutan bawah. Jiwa kompetisinya
belum muncul ketika itu. Sehingga ia belum memiliki kesadaran bahwa
sesungguhnya telah ada persaingan dalam kelasnya. Namun ia belum menyadari hal
itu. Keberuntungannya, hal tersebut dapat tertutupi karena peringkat sekolah
dasar yang ia duduki memiliki ranking
yang tinggi dibandingkan sekolah dasar lainnya di wilayah Blitar. Meskipun Hari
memiliki nilai yang cukup dan ranking
yang tergolong urutan bawah di kelasnya, namun nilainya masih tergolong bagus
jika dibandingkan dengan siswa-siswa dari sekolah dasar yang lainnya sebab sekolah
dasar yang dipilih orang tuanya merupakan sekolah dasar favotit saat itu.
Beralih
ke masa setelah sekolah dasar. Bocah yang memiliki perawakan tinggi, sedikit kurus
dan wajah yang ramah serta rambut yang sedikit ikal ini melanjutkan studinya di
SMPN III Blitar. Sebenarnya di masa inilah ia mulai sadar bahwa semasa SD ia
telah membuang banyak waktunya untuk bermain. Sehingga di sekolah tingkat
menengah pertama ini Hari tak senakal Hari zaman SD. SMP yang telah menerima Hari
sebagai seorang siswa pun tergolong SMP favorit di Kota Patria itu.
Tak
banyak cerita yang ia paparkan tentang masa kecilnya di SMP maupun tentang cerita bersama keluarga
ketika itu. Namun, di masa ini pun ia masih aktif mengikuti kgiatan Drumband
dan beberapa kali mengikuti lomba dalam bidang ini. Meskipun bocah ramah ini
mendalihkan dirinya sudagh sadar terhadap kesalahan masa SD yang tak
memanfaatkan waktu dengan baik untuk belajar, namun ia tak menyebut dirinya
sebagai siswa yang rajin di masa ini. Alasannya karena memang masa SMP nya ia
lalui dengan wajar tanpa suatu hal yang berkesan dalam dirinya baik di bidang
pendidikan maupun lainnya.
Lulus
dari SMPN III Blitar, remaja yang gemar bergelut dengan Drumband ini harus
melanjutkan pendidikannya di SMAN II Blitar. Saat itu, ia telah mendaftar di
SMAN I Blitar, karena belum berkesempatan untuk diterima di sekolah favorit I
itu, maka ia akhirnya rela untuk mendaftar dan diterima di SMAN II Blitar.
Sekolah ini merupakan sekolah favorit ke-2 setelah SMAN I di Kota Peraih
Adipura 12 kali berturut-turut ini. Saat inilah Remaja tampan berambut agak
ikal ini mulai menyadari kalau dirinya gemar pelajaran Matematika. Tak jauh
berbeda dengan masa SMP, di masa abu-abu putih ini ia tak banyak bercerita.
Pengalaman yang banyak ia ulas adalah tentang kegemarannya dalam bermain
Drumband. Begitu cintanya ia dalam Drumband hingga masa SMA pun ia masih aktif
ikut serta dalam beberapa kali lomba. Berbicara tentang prestasi, di bangku
SMA masih belum terlihat jelas prestasi
yang dapat ia raih. Hari melalui waktu belajarnya di SMAN II Blitar dengan wajar tanpa suatu hal yang
berkesan dalam bidang penidikan.
Seperti
remaja pada umumnya, Hari pun memiliki banyak teman serta memiliki teman dekat
pula. Ketika lulus SMA, setelah nilai ujian akhir nasional keluar, semangatnya
untuk melanjutkan studi ke jenjang universitas semakin berkobar. Saat itu, ia
mendaftar ke ITS (Institut Teknologi Surabaya), salah satu kampus ternama di
Indonesia. Namun saat itu, Allah belum mengizinkan Hari untuk studi disana.
Semangatnya untuk kuliah masih sangat berapi-api. Jika teman-temannya saat itu
yang belum lolos masuk perguruan tinggi memiliki dalih untuk memilih menundanya
dan mengulang kembali tahun depan, berbeda
dengan Si Pejuang Mimpi, Hari berdalih tetap ingin melanjutkan kuliah meskipun
bukan di universitas sesuai impiannya.
Masuklah
ia ke D1 PATT (Pendidikan Ahli Teknik Terapan) Universitas Brawijaya, Malang.
Tahun 1992 di Kota Pendidikan ini ia langkahkan kaki untuk mengubah diri
menjadi lebih baik dari jenjang-jenjang sebelumnya. Dunia kampus yang
ditawarkan di universitas ini membawa pengaruh dan perubahan besar bagi
dirinya. Kebiasaan dan lingkungan mahasiswa di sektiar ia belajar telah mampu
membuka mata batinnya dan membawa ia kembali ke masa kecilnya yaitu masa SD.
Masa dimana ia banyak menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman sebaya dan
tak memprioritaskan waktu untuk belajar.
Tak
semua waktunya ia gunakan untuk fokus kuliah di D1 PATT itu. Namun, di
sela-sela waktunya belajar ia gunakan untuk mengikuti perkumpulan mahasiswa
dari berbagai macam golongan. Sehingga, atas rahmatNya, Hari tersadar terhadap kelalaiannya
di masa SD serta ia bertekad kuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama
yaitu menggunakan waktu hanya untuk bermain. Selain itu, pengaruh lainnnya yang
ia rasakan adalah munculnya cita-cita yang dahulu belum pernah ia miliki.
Cita-cita Hari pun mantap ingin menjadi seorang Dosen.
Usai
tuntas studinya di D1 PATT, ia pun melanjutkan studi S1 di IKIP Malang (sebelum
akhirnya berubah menjadi Universitas Negeri Malang). Saat itu, ia memilih
jurusan yang tak banyak diminati dengan tujuan agar bisa lolos ujian masuk
perguruan tinggi di IKIP tersebut. Sebelumnya, ketika ia mendaftar di ITS
dahulu, ia mengisi semua pilihan jurusan dengan great tinggi, mungkin inilah salah satu penyebab ia gagal waktu
itu. Ketika mendaftar S1 di IKIP Malang inilah ia tak mau mengulang
kesalahannya dulu.
Pria
dengan semboyan “Tak mau mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya” ini pun
akhirnya lolos ujian masuk perguruan tinggi dan resmi diterima di IKIP Malang
sebagai mahasiswa di jurusan Pendidikan Fisika. Tahun 1993, dimana ia mulai
mengukir sejarah sebagai mahasiswa itu ia bersemboyan untuk tetap fokus kuliah
dan kuliah. Waktu yang ia miliki banyak ia gunakan untuk belajar di
perpustakaan. Hingga tak jarang ia dinasehati oleh pegawai perpus untuk meninggalkan perpustakaan karena akan segera ditutup. Ngampus-perpus, ngampus-perpus, inilah
kegiatannya selama di IKIP Malang. Ketika usai kuliah, ia bergegas untuk
memantapkan dirinya untuk memperluas
pengetahuan di perpustakaan kampus. Wajarlah jika ia disebut sebagai Pemilik
Taman Pustaka (penggemar berkunjung ke perpustakaan). Beasiswa yang pernah ia
dapatkan adalah beasiswa Supersemar. Selain itu, ia juga merupakan mahasiswa
perintis kelompok belajar di jurusannya. Sehingga tak jarang ia memimpin
kelompok belajar baik dengan teman seangkatan maupun dengan kakak tingkatnya. Sebagai
salah satu wujud hasil yang ia kerjakan selama masa kuliah di IKIP Malang,
Allah telah memberikan rahmat yang luar biasa bagi dirinya. Ia menjadi
mahasiswa lulusan terbaik I di tingkat Fakultas MIPA sekaligus menjadi lulusan
terbaik ke-2 tingkat universitas. Tekadnya untuk berubah dan membalik posisi
ketika SD pun telah terwujud. Tak hanya itu, cita-citanya pun terwujud. Awalnya
ia berpikir bahwa menjadi seorang dosen harus menempuh S2 dulu sampai lulus,
baru bisa mendaftar sebagai dosen. Namun, cita-citanya dipercepat oleh Allah.
Lulus S1, terdapat pendaftaran dosen muda di Faklultas MIPA. Akhirnya dengan
segudang prestasi yang ia raih saat itu, ia pun diterima menjadi seorang dosen
di fakultas tersebut.
Hal
menarik lainnya dari lulusan terbaik Fakultas MIPA tahun 1997 ini adalah
tentang cerita cintanya. Bermula dari kegiatan orientasi mahasiswa yang
diselenggarakan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), ia bertemu dengan
berbagai mahasiswa dari jurusan yang berbeda. Salah satunya adalah gadis
periang yang bernama Dewi dari jurusan Matematika. Dewi adalah sosok gadis
jelita, periang, rame dan lebih tepatnya
supel. Berbeda dengan Hari yang meskipun ramah namun bawaannya pendiam. Disininal awal ceritanya. Hari dan Dewi ketika
itu hanya merupakan teman biasa yang kebetulan satu kelompok orientasi. Tak ada
interaksi yang berlebih antara keduanya. Semua berjalan secara wajar seperti
teman pada umumnya.
Setelah
sekian lama tak berjumpa, suatu ketika Hari dan Dewi bertemu kembali. Namun,
keduanya masih tetap biasa. Saat itu Dewi hanya menyapa dan sedikit berbincang
dengannya.
“Eh kamu Hari
yang dulu pernah satu kelompok sama aku ya saat orientasi mahasiswa. Oh iya
kamu kan Jurusan Pendidikan Fisika, kalau kamu ada yang tidak paham, kamu
belajar saja ke kosku. Aku tinggal dengan kakak tingkat Jurusan Fisika lo.”
Begitu
penuh semangat Dewi menawarkan tawarannya kepada Hari. Hari kala itu hanya
tersenyum dan ia mengangguk dengan sedikit bicara. Usai bertemu dengan Hari,
Dewi bergegas pulang ke tempas kosnya. Lalu ia bercerita kepada kakak
tingkatnya yang ia maksud ketika berdialog dengan Hari.
“Mbak
tadi aku ketemu sama temen yang dulu satu kelompok waktu orientasi. Namanya
Hari. Aku bilang ke dia mbak, kalau ada yang susah datang saja ke kos dan
belajar sama Mbak. Aku bilang Mbak satu jurusan sama dia.”
“Dewi,
kamu bilang seperti itu ke Hari?”
“Iya
Mbak, memangnya kenapa Mbak, aku salah ya Mbak?”
“Ya Allah Dewi,
harusnya kamu malu tau. Hari itu orang terpintar satu jurusan. Aku dan
temen-temenku aja biasanya ikut kelompok belajar mereka dan yang ngajar itu
Hari Wi.”
“Loh
iya ya Mbak? Aku harusnya malu ya Mbak?”
“Iyalah Wi, kamu
harusnya malu Wi, aduh Wi, aku jadi malu kalau ketemu sama dia nanti Wi. Aduh
Dewi ini.”
Usai
percakapan itupun Dewi berpikir keras terhadap apa yang telah ia dialogkan
dengan Hari waktu itu. Perasaan malu seketika muncul. Sehingga Dewi pun merasa
malu tiap bertemu dengan Hari.
Cerita
singkatnya, Hari dan Dewi setelah kejadian itu sering bertemu di perpustakaan.
Perasaan suka seorang Hari terhadap Dewi mungkin saja sudah ada semenjak awal bertemu.
Namun saking fokusnyaia terhadap
belajar, ia pun baru menyatakan perasaanya setelah lulus S1. Hari pun
menghubungi kedua orang tuanya sebelum berkunjung ke kos Dewi. Inilah kebaikan
lain yang dimiliki Hari, ia selalu pamit
kepada kedua orang tuanya jika ingin melakukan hal yang ia anggap berpengaruh
besar dalam hidupnya.
Atas
izin dari kedua orang tuanya, Hari pun menemui Dewi dan mulai menyatakan
perasaanya. Dewi yang menitahkan dirinya sebagai seorang muslimah pun tak ingin
memilih jalan pacaran sebagai wujud penerimaannya terhadap perasaan Hari. Ia
meminta Hari untuk datang dan langsung meminta Ia kepada orang tuanya. Dengan
keseriusan niat yang dimiliki Hari, ia pun datang seorang diri menemui orang
tua Dewi. Alhamdulillah, cinta Hari pun direstui.
Satu
tahun setelah lulus S1, ia melangsungkan pernikahan dengan Dewi. Nikah muda
itulah pilihannya. Tahun 1998 itulah Hari resmi menjadi seorang suami.
Beralih
ke dunia pendidikan. Sebagai wujud konsistensinya untuk menjadi dosen maka ia
pun melanjutkan studi S2 di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Jurusan yang ia
pilih saat itu adalah Fisika murni. Bersama dengan keluarganya di tahun 2001 ia
boyong ke Yogyakarta. Saat itu, Bapak
dengan seorang anak gadis ini belum dapat menempuh S2 secara langsung di
Jurusan Fisika murni. Alasannya ialah ia berasal dari Jurusan Pendidikan
Fissika pada S1, sehingga untuk menempuh S2 di Jurusan Fisika Murni, ia harus
melalui preparation selama satu
tahun.
Yogyakarta,
Kota Seni dan Budaya, disinilah perjuangan berat yang Bapak Hari rasakan
bersama keluarganya. Kuliah S2 dengan beasiswa serta menafkahi keluarganya
merupakan perjuangan tersendiri. Kondisi ekonomi saat itu kurang mendukung,
ditambah lagi dengan seringnya teman-teman Bapak Hari yang datang ke rumah
untuk belajar. Demi memuliakan tamu, Ibu Hari pun selalu menyuguhkan makanan
maupun hanya sekedar makanan ringan untuk teman suaminya. Saking seringnya
mereka datang ke rumah untuk belajar bersama Bapak Hari, sedangkan kondisi
ekonomi sungguh sulit saat itu, Ibu Hari pun menyiasati untuk menjadwal belajar
kelompok suaminya. Ia meminta kepada suaminya untuk mengajak temannya belajar
di hari jum’at. Karena setiap hari jum’at Bu Hari selalu memasak nasi kuning
untuk anaknya. Sehingga ia pikir ia dapat memberi makan sekaligus tamu
suaminya. Meskipun begitu, alhamdulillah, Allah masih memberikan kecukupan
terhadap keluarga ini. Bapak Hari sanggup menuntaskan kuliah S2-nya di akhir
tahun 2004.
Selanjutnya
Pak Hari memperoleh tawaran mengajar dari seorang dosen di Universitas Negeri
Malang. Akhirnya Pak Hari sekeluarga pun kembali ke Malang. Tak hanya itu,
beliau juga mendapat tawaran untuk bergabung di NGO (Non Government Organization) salah satu organisasi dunia yang salah
satu bidangnya adalah mengurusi kualitas pendidikan.
Tak
selesai di S1, semangatnya belajar masih sangat berkobar. Pak Hari pun
melanjutkan studi S3 di UGM dengan jurusan yang sama, yaitu Fisika murni.
Namun, kondisi S3 berbeda dengan S2. Saat S2 Pak Hari memboyong keluarga kecilnya
untuk tinggal bersama di Yogyakarta, sedangkan di S3 kini, beliau hanya sendiri
dan hanya datang ke kampus ketika jadwal kuliah berlangsung maupun ketika
terdapat suatu hal yang diurus disana.
Sambil
mengajar di UM sambil beliau kuliah di UGM. Hingga lulus S3 di tahun 2014 dan
beliau resmi menjadi seorang doktor dari jurusan Fisika. Keberuntungan yang ia
peroleh karena telah mengambil Jurusan Pendidikan Fisika di S1 dan Jurusan
Fisika murni di S2 & S3, maka beliau memiliki kesempatan untuk mengajar tak
hanya di Jurusan Pendidikan Fisika namun juga di berbagai materi yang
disuguhkan pada Jurusan Fisika murni.
Salah
satu hal yang menjadi semangat beliau untuk tetap ingin belajar dan melanutkan
studi di dunia formal adalah wejangan
dari seorang dosen S1-nya. Beliau bernama Muharjito. Seorang dosen sekaligus
menjadi teman (ketika Bapak Hari telah menjadi dosen di UM) itu memberikan
nasihat kepada hari ketika ia masih menjadi mahasiswanya. Pertama, “Harus
pantang menolak tugas sekolah”. Kedua, “Fokus sekolah”. Wejangan ketiga yang beliau berikan kepada Bapak Hari ini ia
berikan ketika Bapak Hari telah menjadi dosen di UM. Wejangan ketiga tersebut ialah, “Fokus professor”. Saat ini, 2016,
beliau tengah mempersiapkan studinya ke jenjang professor yang merupakan salah
satu wujud dari wejangan gurunya.
Satu
hal yang terlupa, begitu banyaknya prestasi yang ia raih, namun ketika ditanya
mengenai sukses terbesar, jawaban beliau sungguh menakjubkan. Beliau tidak
menjawab pertanyaan itu dengan prestasinya sebagai lulusan terbaik, maupun
sebagai seorang dosen bahkan sebagai salah satu anggota NGO. Namun, beliau
menjawab dengan sedikit senyumnya bahwa sukses terbesar dalam hidupnya adalah
mendapatkan istri “Dewi”. Dengan ini beliau mengisyaratkan bahwa keberadaan keluarga
terutama istri merupakan suatu yang amat penting dan luar biasa berpengaruh
dalam perjalanan hidupnya.
Bahasan
terakhir yang menjadi penutup untuk biografi ini adalah tentang moto hidup
beliau. Dahulu, Bapak Hari memiliki moto hidup yaitu “Tak mau mengulangi
kesalahan untuk kedua kalinya”. Selain itu, beliau juga memiliki moto bahwa
untuk mengejar mimpi maka harus berjuang dengan sungguh-sungguh dan fokus.
Namun, setelah ia tinggal di Perumahan Bukit Cemara Tidar dan merupakan
tetangga dari Masjid Baiturrahman, beliau pun sering ikut pengajian yang
merupakan agenda rutinnan masjid. Seringnya ikut kajian serta pengajian rutin
yang ia ikuti melalui radio, pemahaman terhadap kehidupan pun berubah. Dahulu
ia berpikir bahwa jika ingin mendapatkan hasil, maka harus mengerjakan sebabnya
terlebih dahulu. Artinya, sebab dan hasil adalah kekuasaan kita sebagai manusia.
Akhirnya pemahaman itu pun berubah. Ia menyadari bahwa sebab merupakan suatu
ketentuan yang telah Allah rumuskan. Begitu pula dengan hasil. Hasil adalah
suatu keputusan yang telah Allah tentukan. Tengah-tengah antara Sebab dan Hasil
itulah keberadaan kita sebagai manusia, yaitu usaha dan termasuk salah satunya
adalah doa.
Begitu
luar biasanya kisah hidup dan perjuangan biliau, Bapak Hari dengan seorang
istri dan ketiga anaknya. Semoga cerita hidup beliau dapat memberikan motivasi
dan menumbuhkan inspirasi bagi kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar