Oleh: Evi Nurjanah
“Hargailah orang lain jika Engkau ingin dihargai” Begitulah
kalimat terakhir yang ia sampaikan ketika aku bertanya tentang motto hidupnya.
Kota Pasuruan, 7 Desember
1994 saat itu sedang bergembira dan berbahagia karena sepasang suami istri
Bapak H. Suhadi Bahaudin dan Ibu Hj. Nur Hasanah dikaruniai buah hati
keempatnya. Mereka memberinya nama Nur Alfiyatul Hikmah dengan harapan bahwa
Allah akan memberikan beribu cahay penuh hikmah kepada anaknya tersebut. Nur
Alfiyatul Hikmah yang memiliki arti Cahaya Seribu Hikmah serta kerap disapa
dengan Alfi ini pernah belajar di TK Dharma Wanita II, selanjutnya
sekolah dasar di SDN Wrati II, saat belajar si SD ia sempat mewakili
perlombaan lari marathon untuk mewakili SD tempat ia belajar, meski kejuaraan
tak ia genggam namun pengalaman berhargalah yang ia dapatkan. Selain itu ia
juga berkompeten dalam dunia keolahrgaan dalam hal voli bal, ekstra pramuka ia
ikuti sejak kelas 3 SD, banyak pengalaman yang ia rasakan sejak SD.
SD sudah ia lalui kemudian ia melanjutkan di
SMPN II Kraton, di SMPini ia mengembangkan bakatnya dengan mengikuti Pagar
Nusa(PN) untuk membentengi diri dari godaan dari luar. Sekolah sambil mondok di Al Yasini, merupakan salah
satu pondok pesantren di Pasuruan yang merupakan tempat ia mondok ketika
usia SMP. Jadi, selain mengikuti pendidikan formal di jenjang SMP, Ia juga
mengikuti pendidikan informal di pondok al Yasini yang merupakan sebuah lembaga
yang lokasinya satu wilayah dengan SMP dimana ia belajar. Hal itulah yang
menjadi salah satu faktor pendukung Alfi untuk memilih pondok al Yasini. Namun,
hal lain yang lebih utama sebagai alasan ia mondok di al
Yasini adalah kegiatan yang dijadwalkan di pondok tersebut lengkap dari mulai keagamaan,
fiqih ibadah, nahwu sharraf, pendidikan al-Quran, hingga pengembangan bahasa
baik Bahasa Arab maupun Bahasa Inggris.
Beralih ke dunia pendidikan
menengah ke atas. Ia merupakan sosok anak yang kurang suka dengan pelajaran hitung
menghitung yakni “Matematika”, sehingga ia memilih untuk lebih fokus pada
pendidikan computer yang lebih menekankan pada prakteknya. Akhirnya ia
melanjutkan pendidikannya di sekolah kejuruan SMKN I Wonorejo pada jurusan TKJ
(Teknik Komputer Jaringan). Masa-masa sekolah putih abu-abu ini ia menjalani
sebagai OSIS yang dulunya calon ketua OSIS, ia mengundurkan diri karena kurang
percaya diri dengan kemampuannya padahal kakak tingkat telah mengajukannya
untuk jadi pemimpin di sekolahnya, selain jadi anggota OSIS ia juga melanjutkan
ekstra yang ia ikuti di SMP yakni Pagar Nusa, Menurutnya Pagar Nusa ini selain untuk
membentengi diri di sini ia juga bisa
mengasah rohani banyak kegiatan yang dilakukan diantaranya tahlil, doa bersama
dll. Itulah mengapa ia tetap mengikuti ekstra Pagar Nusa.
Lulus SMK Ia ingin
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yakni Perguruan Tinggi, inginnya ia
ingin meneruskan sesuai jurusan waktu SMK, Namun dirasa jurusan tersebut belum
sesuai dengan karakter yang ia miliki, akhirnya ia memilih Jurusan Pendidikan
Sekolah Dasar (PGSD).
Awalnya ia memberi tanda
PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) Universitas Negeri Malang pada lembar
jawaban tes masuk universitas yang ia ikuti tiga tahun yang lalu. Kampus yang
ia pilih berbeda dengan keinginan Sang Ibu. Harapan Ibu, anaknya dapat
melanjutkan kuliah di kampus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang supaya
pengetahuan tentang agama semakin bertambah dan bisa menjadi wanita shalihah.
Rencana Allah pun
terungkap, ketika itu, Alfi belum lolos pada tes masuk perguruan tinggi.
Sehingga harapannya untuk kuliah di UM pun belum bisa ia wujudkan. Selanjutnya
ia memilih untuk mengikuti tes Mandiri di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan
memilih jurusan PGMI (Pendidikan Huru Madrasah Ibtidaiyah). Ternyata ia pun diterima
di kampus UiN tersebut, serta doa Sang Ibu pun terkabulkan.
Awal semester hingga
semester dua di UIN, ia tinggal di ma’had yang telah disediakan kampus serta
dengan berbagai fasilitas berupa tambahan pendidikan bahasa dan ngaji kitab
yang biasa dilakukan setiap ba’da subuh dan ba’da maghrib.
Setelah tinggal di ma’had,
pada semester tiga ia mendapat rekomendasi dari musrifah pendamping
kamarnya untuk mondok di Pondok Pesantren Darun Nun yang
berlokasi di Perum. Bukit Cemara Tidar Blok F3 No. 4. ia pun tertarik untuk
mondok di pondok yang terkenal dengan visinya “Berbahasa dan berkarya” itu.
Hingga kini, tahun 2016, ia pun masih aktif menjadi santri di darun Nun
sekaligus sebagai pengurus pondok Devisi Kerumahtanggaan.
Dahulu ia memiliki hobi
balapan sepeda, namun setelah tinggal di Pondok Darun Nun dan bertemu dengan
Dyah Ayu Fitriana yang merupakan santri entrepeneur di pondok
ini, hobi tersebut mulai luntur dan tergantikan dengan hal lain dan baru di
kehidupannya. Fitri merupakan salah satu anggota dari DNI (Duta Network
Indonesia) yang merupakan salah satu perusahaan Multilevel Marketing yang fokus
usahanya pada penjualan pulsa dan tiket pesawat serta tiket kereta api. Saat
itu ia bergabung dengan Fitri sebagai member DNI. Setelah lebih dari dua tahun
ia bergabung di DNI, terpaksa ia melepas usaha tersebut karena adanya suatu
permasalahan intern di dalam keanggotaan yang ia ikuti.
Pelajaran di DNI membawa
berbagai pengalaman bagi sosok alfi. Hingga berjualanlah hobinya saat ini.
Sebagai wujud dari hobinya, ia saat ini aktif berjualan online. Diantara barang
yang ia pasarkan melalui medsos tersebut adalah kosmetik dan
bantal karikatur serta berbagai macam lainnya yang penting halal. Hal menarik
selain berjualan adalah menulis, sebuah tulisan yang akan terbit di akhir tahun
2016 dengan judul “Jodohku Bersabarlah”, merupakan sebuah buku yang merupakan
kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh semua santri Darun Nun termasuk Alfi.
Sebuah cerpen yang berjudul “Tuhan, Yakinkan Aku Padanya” adalah karyanya. Ia
pun juga aktif menulis di blog pondok yaitu Darunnun.com. Jika ingin melihat
lebih jauh karakter tulisannya, langsung cek di www. darunnun.com
Ia memandang sebuah
kehidupan bukanlah seperti air yang mengalir. Kehidupan kalau seperti air
mengalir yang hanya mengikuti arus menunjukkan sebuah karakter yang tidak mau
berusaha, kurang percaya diri dan tidak ada keinginan untuk merubah diri
menjadi lebih baik. Ia berpendapat bahwa kehidupan itu harus bisa melawan arus
air, dalam arti setiap manusia harus memiliki semangat positif untuk mau
berusaha menjadi lebih baik dan berusaha agar menjadi sukses tak hanya dunia,
namun akhirat juga. Selain itu, ia juga menanamkan dalam dirinya bahwa keluarga
itu ibarat air, sedangkan sahabat ibarat nasi. Tanpa nasi kita akan kelaparan,
serta tanpa air pun kita akan kehausan.
Ia memiliki sebuah Motto
dalam hidupnya yakni ‘Hargailah orang lain jika Engkau ingin dihargai’. Menurutnya
penghargaan yang lebih berharga yakni menghargai orang lain.
Inilah salah satu santri
Darun Nun, Nur Alfiyatul Hikmah (Cahaya Seribu Hikmah)
Bukit Cemara Tidar, Blok F3 No. 4, Karangbesuki Sukun, Malang
0 komentar:
Posting Komentar