Oleh
Risalatul Munawwaroh
Beberapa hari yang lalu
ada seorang kakek yang bercerita kepada saya. Beliau bercerita seperti ini. “Nduk, suatu saat nanti kamu akan menjadi
orang tua. Apakah kamu faham apa yang harus dilakukan oleh orang tua kepada
anaknya di zaman seperti sekarang ini?” tanya kakek itu dengan suara lirihnya. “Saya
tidak tahu kek apa yang harus saya lakukan. Kalau kakek berkenan saya minta
dinasehatin kek”, sahut saya.
“Begini Nak, menurut
saya jika kamu menjadi orang tua, ada 3 hal yang paling penting untuk kau
laksanakan. Sebaiknya ketika kamu mempunyai anak nanti, kamu sekolahkan agar ia
tidak ketinggalan zaman. Kedua, sebaiknya anakmu dingajikan atau dipondokkan. Setidaknya
ketia ia dipondokkan maka dia akan dididik dan akan selalu didoakan oleh
kyainya. Dan yang ketiga jagalah sholat anakmu mulai dari kecil agar ia
terbiasa kalau sudah besar. Ajarilah dia untuk menjaga sholatnya bagaimanapun
keadaannya. Ketiganya itu sangat penting nduk.”
Nduk,
mengaji itu sangat penting. Tapi lebih penting lagi hendaknya memiliki guru
yang cocok untuk membimbing jiwa dan raga agar kita bisa menuju Allah SWT. Setidaknya
ketika kita mempunyai masalah maka ada sebuah rujukan untuk menyelesaiakan
permasalahan kita.
“Nduk, Boleh kah kakek bercerita?” Tanya kakek. “Iya kek” jawab
saya.
Zaman dulu ada seorang anak yang bernama Ahmad.
Dia mondok selama 15 tahun disebuah pesantren di pulau jawa. Seperti di
pesantren biasanya. Pasti semua anak diajari untuk membaca al quran. Ahmad ini
berbeda dengan anak yang lain. Selama 15 tahun ia belajar, namun ia hanya bisa
membaca surat alfatihah. Pernah gurunya menaikkan dia ke surat kedua (Surat Al-
Baqoroh), tapi diajari dengan metode
apapun dia tidak bisa-bisa. Untung saja gurunya adalah orang yang sangat sabar
dan pengertian. Begitupun dengan Ahmad. Dia tetap semangat mengaji meskipun dari
awal hingga 15 tahun dia mondok hanya bisa mengaji surat al fatihah.
Setelah
15 tahun ia belajar maka tidak ada satu temanpun seangkatannya yang tersisa. Semuanya
sudah boyong dan hanya tersisa Ahmad. Dia malu kepada teman teman barunya, dia
merasa bahwa dia sudah tua namun dia tidak bisa apa-apa. Semua teman
seangkatannya sudah banyak yang menjadi PNS, ustadz, dosen dll. Di dalam
kegalauannya itu dia berusaha memberanikan dirinya sowan ke kyainya.
Ahmad :
“ Kyai, ngapunten.. saya mohon izin
kyai. Saya ingin boyong dari pondok
ini”
Kyai : “Kenapa
kamu mau boyong Nak? Kamu sudah tidak betahkah tinggal di pondok ini Nak?”
Ahmad : ”Saya sangat
betah kyai, jika saya tidak betah mana mungkin saya bisa tinggal di pondok ini selama
15 tahun. Sebetulnya saya malu mau mengatakan ini kepada kyai. Saya bingung kyai,
saya sudah belajar di pondok ini selama 15 tahun tapi kok saya belum bisa apa-apa
kyai? Saya malu dengan teman-teman saya. Mereka memanggil saya dengan sebutan mbah karena selama 15 tahun ini saya
masih belum bisa apa apa.. Seharusnya di usia saya ini, saya sudah bisa mengajari adik-adik tingkat
kyai. Tapi apa yang akan saya ajarkan kyai? Mending saya pulang saja kyai.”
Kyai
: “Emangnya apa yang akan kau lakukan
ketika kau pulang Nak?”
Ahmad
: “Saya mau bekerja saja Kyai”.
Kyai : “Kamu
jangan kemana-mana Nak. Kamu tinggal
disini saja, akan saya beri kamu pekerjaan.
Ahmad : “Terimakasih Kyai. Pekerjaannya apa Kyai?”
Kyai :”Begini
Nak, setiap malam saya selalu datang
ke daerah-daerah di sekitar sini untuk mengisi acara pengajian. Saya selalu
menggunakan sepeda pancal ini. Berhubung saya sudah tua saya minta tolong ke
kamu Nak agar kamu membonceng saya
saat saya pergi ke pengajian.
Ahmad
: “O.. nggeh Kyai terimakasih”.
Lalu murid tersebut
membonceng kyainya hingga berjalan selama 6 bulan.
Setelah 6 bulan, santri tersebut sowan
lagi kepada kyainya.
Ahmad : ”Kyai, saya ini terkena apa ya Kyai?”
Kyai : “Emangnya kamu kenapa Nak?”
Ahmad :”Saya ini mengaji selama 15 tahun Kyai, namun
saya tidak bisa apa-apa. Setelah saya membonceng Kyai selama 6 bulan, al-quran
yang kyai baca sudah saya hafal. Tidak hanya menghafal ayatnya saja Kyai,
ternyata saya juga menghafal artinya juga. Hadits yang Kyai baca sudah saya
hafal beserta artinya. Apapun yang Kyai dawuhkan, sudah terekam di hati saya. Suatu
saat ketika Kyai tidak bisa datang ke acara pengajian, insyaallah saya sudah
bisa menggantikannya Kyai”.
Kyai : Nak, itu namanya futuh. Maksudnya hatimu
telah dibuka oleh Allah SWT.
Begini
saja Nak. Orang-orang yang mengikuti
pengajian saya itu kenal dengan nama saya tapi tidak mengerti dengan wajah
saya. Nanti malam kamu akan saya bonceng sekali saja. Kamu harus manut ke saya Nak.”
Ahmad : “Wah... gimana ini? Masak saya
mau dibonceng Kyai?” (dalam hati si santri)
“Begini Kyai,
biasanya kyai itu selalu memakai sarung dan surban.” (sambil mencari alasan
agar tidak dibonceng oleh kyai)
Kyai :”Iya, gak
apa-apa Nak. Nanti malam sarung dan
surbanku saya berikan kepadamu. Sedangkan sandal dan kopyahmu saya pakai dan
kamu yang akan saya bonceng. Sekali itu saja dan kamu harus mau ya Nak.
Saat sampai di tempat pengajian Ahmad
yang dibonceng yang dibonceng oleh kyai itu sangat di hormati oleh masyarakat.
Dikira dia adalah kyainya. Padahal yang dibonceng adalah muridnya. Sedangkan
kyai yang asli itu adalah yang
membonceng. Si Ahmad gemetaran, tubuhnya panas dingin karena tidak pernah
dihormati oleh masyarakat sebanyak itu. Di dalam hatinya ia berkata “ Wah,
begini ya rasanya menjadi Kyai. Hehe..”.
Untunglah panitia pintar. Disaat
menempatkan duduk, kyai yang asli dan si Ahmad didudukkan sejajar. Andai saja
didudukkan tidak sejajar insyaallah si Ahmad bakal jatuh.
Sesaat kemudian kyai dawuh “ Jika nama saya disebut, datanglah
ke podium”.
“Nggeh Kyai”, jawab Ahmad
Tak lama kemudian MC mempersilahkan Kyai
untuk menyampaikan pengajian dan mempersilahkan Kyai untuk ke podium.
(majulah si Ahmad sebagai kyai
menggantikan kyainya untuk mengisi pengajian)
Saat kyai (Ahmad) menyampaikan
pengajiannya. Semua orang tercengang. Orang yang tidak pernah mengenal kyai itu
manggut-manggut, orang yang kenal dengan
kyai godek godek “Wah hebat benar
ngajinya”. Salah satu dari orang yang kenal sama kyai berkata “Biasanya kyai
itu wajahnya tua, tapi kyai kok sekarang wajahnya menjadi muda lagi ya?”
Temannya menjawab “wajah kyai itu
berubah-ubah. Kadang-kadang kyai itu wajahnya bisa muda, kadang-kadang berubah
tua haha” katanya sambil tersenyum.
Selesai pengajian, kyai (Ahmad) tersebut
kembali ketempat duduknya. Kemudian datanglah salah satu panitia pengajian
kepada kyai (Ahmad) dan bertanya “ Gus, terimakasih sudah mengaji. Begini gus,
teman-teman saya mau bertanya karena ada batsul masail yang belum jelas. Kami
mau minta jawabah dari panjenengan kyai.
Kyai :
”Mana batsul masailnya?”
Panitia :
”Ini kyai ada 5 soal”
Dalam hati kyai (Ahmad) berkata “Wah, bisa baca tapi tak bisa
menjawab”
Si Ahmad benar-benar kebingungan. Dia tidak
bisa menjawab karena dia tidak pernah belajar itu.Untung saja kyai (Ahmad) duduk
sejajar dengan gurunya. Bisa duduk dan belajar dengan seorang guru adalah
sebuah keuntungan.
Akhirnya si Ahmad teringat dengan kata
hikmah dari gurunya bahwa pertama orang yang tidak bisa itu harus merasa tidak
bisa, kedua orang yang tidak bisa tetapi punya guru itu pasti tidak akan terpeleset,
ketiga orang yang mempunyai guru itu pasti akan bisa menghadapi apapun.
Si Ahmad merasa kebingungan dan akhirnya
mendapatkan solusi
Ahmad: “Panitia, soal ini terlalu mudah bagi saya,
nanti kalau soalnya sulit baru tanya ke saya. Karena soal ini terlalu mudah
maka saya berikan kepada orang yang membonceng saya saja ya..”. Padahal si
Ahmad melakukan hal tersebut karena tidak bisa menjawab soalnya sama sekali”.
Kyai :”Apa
yang dapat saya bantu Kyai?” (tanya kyai kepada si Ahmad)
Ahmad : “Jawablah
soal batsul masail ini, agar orang ini bisa mendapatkan solusi”.
Kyai : “
Nggeh Kyai”
Akhirnya semua soal
batsul masail yang ditanyakan oleh panitia itu terjawab semuanya. Itulah barokah
dari berkumpul dengan guru maka semua masalah akan terselesaikan.
“Begitu juga engkau Nak” kata kakek kepada saya.
“Sekarang kau sudah besar, tak lama lagi
akan ada orang yang hendak melamarmu. Jika kau kebingungan apakah orang yang
hendak melamarmu itu cocok apa tidak menjadi imammu, jika kau punya guru maka
tinggal kau tanyakan pada gurumu. Maka dekatlah engkau dengan guru-gurumu. Wallohu a’lam.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar