Mengalun,
menghentak dari keheningan. Sebuah pergulatan antara iya dan saya.
Terkadang
kabut melekat di sudut-sudut pikir
Kebosanan,
kepenatan, tanpa henti berpusing liar
Jemari
terbuka, hanya ingin merajut kabar cinta
Guru cinta
Guru warna
Pagi bersama
ranting mega tengadah membuka buku-buku sakti tentang tuhannya
Sang guru
Ajari bunga
rekah menjerit, semaunya, sesukanya
Bunga-bunga
ilalng tercemar hama.
Tahu, segala
saraf di tepian kabut beriak “kau tak mungkin bisa!”
Hama terlalu
bersuka bersama bunga. Tapi guru cinta terlalu bodoh untuk berkata iya, dan
tidak untuk tidak
Dirimu
padamu telah sampailah pada hukum rajut. Rajutan tentang bunga
Biarlah
bunga tak sapa, cukup sebuah cinta dari maha guru cinta merobohkan segala hama
Satu satu
Dua dua
Biar riwayat
bunga merekah, biar bunga menjerit
Indah jadi
punya makna
Guru cinta
Bersabdalah
“tuhanmu Satu!”
Bunga
melengking riuh di tengah mega tanpa suara
Masih belum
Bercakapan
kembali seakan-akan menanti buih di samudra
Kepastian
bukan arti semu bagi Guru
Tanda kasih
biar serupa malu, tak ubahnya benalu
Sang guru
Amanatul Mubtadiah
Malang, 27 Juli 2016. 09.36 wibPondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar