oleh:
Zuhrotul Anwariyah
Ideal itu,
mengikuti alur perkembangan zaman. Jika pesantren mengalami modernisasi, maka
cara berpikir santri juga akan
mengikutinya. Bukankah telah terpasang
pada mindset masyarakat bahwa seorang santri zaman dahulu terkesan kurang
lincah, pendiam, pemalu, dan ngantukan? Namun, hal itu sekarang tidak
berlaku lagi. Pada zaman kini, pandangan itu sudah selayaknya untuk dirubah.
Santri harus tampil di depan dengan terampil, lincah, cerdas, dan berpikir
rasional, serta jadilah santri yang easy going (enak diajak bicara).
Tampil di
depan dapat didorong dari rasa kepercayaan diri. Pergunakanlah teori “pemalu”
dalam jalan yang salah, seperti: kemaksiatan. Malulah ketika akan berbuat
maksiat. Tapi percaya dirilah ketika baik dalam berbuat (untuk hal yang positif).
Dalam lingkup pesantren, tampil di depan identik dengan dakwah (untuk
memberikan mau'idzoh hasanah). Santri dulu hanya sebagian yang dapat
berdakwah. Tapi santri sekarang, semua harus pandai dakwah. Karena berada
dihadapan orang banyak bukanlah hal mudah, maka berlatihlah. Santri jangan
lelah dalam hal fii sabilillaah.
Santri
itu juga dididik untuk menjadi wanita yang baik dan cerdas. Jadilah santri yang
easy going, pandai dalam
berinteraksi serta memahami keluh kesah saudaranya. Tidak ada yang dapat
menenangkan jiwa selain dari nasihat yang disampaikan oleh seorang santri yang
bijaksana. Karena santri memandang masalah dan mencari solusinya dari hukum
yang telah diterapakan dalam agama melalui pengaitan terhadap sudut pandang
sosial.
Pesantren ideal akan melahirkan santri yang
berkualitas dan cerdas dengan melalui penjagaan 2 hubungan, yaitu: hablum
minallah dan hablum minannaas, karena Islam memiliki ajaran
yang membentangkan dua bentuk hubungan yang harmonis:
1.
Tata hubungan
yang mengatur antara manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah /ubudiyah (hablum
minallah)
2.
Tata hubungan
yang mengatur antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam wujud amaliyah
sosial (hablum minannaas).
BUKIT CEMARA TIDAR
0 komentar:
Posting Komentar