oleh
Nur Sholikhah

Saat kau baru terlahir di dunia ini, ayahmu mengumandangkan
adzan di telinga kananmu lalu ibumu memelukmu dengan penuh rasa bahagia. Mereka
sangat menyayangimu lebih dari diri mereka sendiri. Setiap malam kau menangis
dan mengganggu istirahat mereka, namun ibumu dengan sabar menggendong dan
berusaha menenangkanmu.
Ketika kau mulai belajar berjalan, ayah dan ibumu lah yang
menuntunmu. Saat kau jatuh,kedua tangan
ibu dengan sigap menolongmu. Kedua tangan itu pula yang memandikanmu, mencuci
bajumu, membuatkanmu masakan yang kau sukai, hingga tangannya terluka karna
goresan pisau dapur. Namun ia tak memperdulikan itu, kedua tangannya terus melakukan banyak hal untukmu.
Begitupun dengan ayah yang telah memenuhi kebutuhan hidupmu
dengan jerih payahnya. Panasnya matahari dan dinginnya air hujan tak
menghalangi ia untuk bekerja.
Jika ayahmu adalah seorang buruh tani, maka bayangkanlah
sebesar apa ia telah berkorban untukmu. Teriknya matahari di sawah yang
membakar kulitnya tak membuatnya gentar, meski keringat membasahi tubuhnya yang
terasa begitu lelah ,ia tetap bekerja dengan penuh semangat demi masa depanmu, ia
memikul tanggung jawab yang besar untuk membesarkanmu dan memberikan pendidikan yang layak untukmu. Terkadang
ia diberi dengan upah yang rendah, sehingga ia harus mencari pekerjaan
sampingan untuk menutupi kebutuhan ekonomi .
Dan ibumu dirumah merawat anak-anaknya , membesarkan dengan
penuh kasih sayang. Tak pernah terdengar keluh yang ia lontarkan , meski
sebenarnya tubuhnya terasa begitu lelah dan sangat lelah mengurusi pekerjaan
rumah. Saat kau kecil, kau tumpahkan mainan yang di buat ayahmu di semua
tempat, sehingga ibumulah yang harus membereskannya. Dengan sabar ia
mengambilnya satu persatu dan meletakkan di tempatnya kembali. Namun kau
tumpahkan lagi mainan itu, dan ibu tetap tak pernah mengeluh karna ia memaklumi
sikapmu sebagai anak kecil.
ketika kau menginjak usia remaja, kau mulai asyik berkumpul
dengan teman-temanmu daripada dengan orang tuamu. Kau mulai jarang menceritakan
hari-harimu kepada ayah dan ibumu. Hingga kau beranjak dewasa dan merantau ke
kota lain untuk menuntut ilmu atau mencari pekerjaan, kau sangat merindukan kampung
halamanmu. Tapi rasa itu hanya untuk sementara waktu saat kau masih beradaptasi
dengan lingkunganmu yang baru. Setelah kau menemukan kenyamanan di tempat
barumu itu, kau mulai jarang pulang ke kampung halaman untuk menjenguk kedua
orang tuamu bahkan kau tak menghubungi mereka.
Apakah kau tahu ,betapa mereka sangat merindukanmu dan
berharap kau mau berjumpa dengan mereka walau hanya untuk sekejap saja. Ayah dan
ibumu selalu berdoa di setiap malam untuk kebahagiaanmu, namun kau tak pernah
mengingat mereka berdua.
Dan ketika usia mereka sudah renta dan butuh kasih sayang
darimu, kau malah bersenang-senang dengan keluargamu. Ayah dan ibumu masih
tetap berharap kehadiranmu, doa-doa itu juga masih terlantun di kedua bibirnya
yang rapuh. Sampai tiba saatnya kau melihat tubuh mereka terbujur kaku, bukan
karena mereka kedinginan atau tersengat listrik. Mereka telah kembali kepada Tuhannya
, kedua matanya tertutup dan tak bisa lagi memandang wajah anaknya yang sangat
ia nantikan kehadirannya saat masih hidup. Mulutnya terbungkam dan tak bisa
memberikan nasihat-nasihat bijak kepadamu. Kedua tangannya , iya kedua
tangannya yang telah melakukan banyak hal untukmu, kini telah kaku dan tak bisa
lagi membelai wajahmu dan mengusap air matamu.
Dihatimu yang ada hanyalah penyesalan , penyesalan atas
semua kesalahanmu yang telah menyia-nyiakan kedua orang tuamu saat masih hidup.
Penyesalan karna tak bisa menemani dan merawatnya di masa tuanya yang butuh kasihsayang darimu. Kau
ingin berteriak sekencang-kencangnya kepada dunia bahwa kau sangat mencintai
ayah dan ibumu. Tapi itu sudah terlambat ,penantian mereka telah kau abaikan. Kau
tak bisa lagi memandang wajahnya , mendengar suaranya , melihat senyumnya dan
menatap teduh kedua matanya.
Pesan : selama kedua orang tua kita masih ada, maka
sayangilah mereka. Temani dan rawatlah dengan sepenuh hati ketika mereka sudah
beranjak di masa senjanya. Jangan sia-siakan mereka selagi masih hidup. Karna
ada saatnya Tuhan mengambil mereka dari kita dan kita akan kehilangannya untuk
selama-lamanya.
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
BUKIT CEMARA TIDAR
0 komentar:
Posting Komentar