Oleh Dyah Ayu Fitriana
Nabi Ibrahim dan Sayyidah Hajar mendapatkan perintah dari Allah. Satu perintah yang sangat berat bagi pasangan manapun.
Nabi Ibrahim dan Sayyidah Hajar mendapatkan perintah dari Allah. Satu perintah yang sangat berat bagi pasangan manapun.
Hari itu beliau
mengajak istri tercintanya ke suatu padang pasir. Tiada air, tiada makanan,
tiada pula orang yang berada di sana. Ujung kanan hingga ujung kiri yang ada
hanyalah pasir dan kemilau matahari pemecah hamparan pasir. Nabi Ibrahim hanya
terdiam, merasakan betapa berat di hati hal yang harus dilakukannya itu. Beliau diperintahkan untuk membawa Sayyidah
Hajar dan Ismail, yang baru saja lahir, ke padang tersebut dan meninggalkannya
pulang.
Cinta antara Nabi Ibrahim dan Sayyidah Hajar
bukan hanya antara satu lelaki dan perempuan. Namun ditengah mereka ada Allah. Nabi
Ibrahim adalah Nabiyullah dan begitupula hajar, kepatuhan kepada suami
tak akan melebihi kewajiban patuh kepada Allah.
Padang pasir
itu, kita ketahui adalah Makkah. Nabi Ibrahim meminta istrinya untuk berhenti
lantas berlalu dan berjalan menjauh dari istrinya menuju Palestina. Sayyidah
Hajar bertanya,
“Wahai Ibrahim,
kemana engkau akan pergi meninggalkan kami?”
Namun Nabi hanya diam, bukan karena
mengacuhkan. Lebih karena beliau begitu khawatir jika percakapan antara dirinya
dan sang istri akan melemahkan hati sehingga tidak tega untuk meninggalkannya beliau
meneruskan langkah. Hajar kembali mengulang pertanyaannya.
“Kemana engkau
akan pergi meninggalkan kami?
Tak ada jawaban,
Ibrahim terus saja berjalan. Lalu satu pertanyaan yang sangat memahami bahwa
diantara cinta Ibrahim padanya ada Allah.
“Apakah ini
perintah Allah?” tanyanya.
Terdengar jawaban
yang sangat singkat dari Nabi Ibrahim
“Ya” sambil
terus saja berjalan menjauh.
Satu kalimat
Hajar yang begitu kuat dan berserah diri kepada Allah.
“Maka, Allah
tidak akan membiarkan kami sendiri” dengan begitu berserah diri dan yakin
kepada pertolongan Allah.
Subhanallah, itu
cerita yang memng nyata. Namun bisa dibayangkan jika kita, perempuan akhir
zaman ini yang harus melakukannya. Sanggupkah kita ditinggalkan sendiri di
padang pasir antah berantah? Mampukah kita merelakan suami untuk pergi sedang
anak yang baru lahir itu harus bersama kita di tempat yan tiada air bahkan
sedikit makanan. Akan tetapi, Sayyidah Hajar? Beliau dengan begitu ikhlas dan
ridho pada ketentuan Allah, beliau sangat yakin jikalau Allah yang
memerintahkan pastinya ada banyak rahasia dan hikmah yang akan diberikan. Dan satu
hal lagi yakni Allah tak akan pernah meninggalkan.
Begitu kuat
cinta Sayyidah Hajar dan Nabi Ibrahim pada Allah, sehingga selanjutnya yakni
ketika Ismail menangis kelaparan, sedangkan keadaan panas kerontang membuatnya
tak dapat membrikan ASI. Akhirnya hajar lari mencari di bukit shafa lalu
marwah, lagi shofa lalu marwa, hingga tuhuh kali. Akhirnya, keluarlah air
syurga yang dipancarkan dari kaki bayi Ibrahim. Lihat, Allah tak pernah
meninggalkan mereka. Malah mereka yang diangkat derajatnya oleh Allah.
Pengorbanan
Sayyidah hajar saat itu sampai-sampai diabadikan oleh semua ummat islam, tak
perduli lelaki atau permpuan, semua mengetahuinya, Sa’i. sampai saat ini
peradaban di makkah yang begitu berkembang pesat. Rukun sa’I adalah waajib bagi
tiap-tiap pelaksana ibadah haji. Dan semua itu lewat dari hanya satu orang
perempuan saja.
Satu orang saja.
Sayyidah Hajar
as.
Semoga kita
semua dapat meniru ketaatan beliau, kegigihan beliau, keikhlasan beliau, dan
juga pengertian. Belajar menjadi muslimah yang kuat dari Sayyidah Hajar as. Semoga Shalawat salam selalu kepada keluarga Nabiinaa Ibrahim as.
Pondok Pesantren Darun Nun
Bukit Cemara Tidar Malang
0 komentar:
Posting Komentar