Pondok Pesantren Darun Nun Malang
oleh Amanah Al Mubtada
oleh Amanah Al Mubtada
Sungguh matanya sangat indah, aku menemukan lautan luas tak
terbatas lewat mata itu. Ada angkasa rasa yang sungguh menggoda siapa saja saat
memandang mata indah dia. Hari ini sungguh indah, aku merasa bahagia. Mata itu
menatapku dalam, penuh tanya entah apa yang dia rasa. Tak ingin ku ungkap
semua, aku mengerti apa yang kau fikirkan Mata Biru.
Hari ini, menu spesial bubur kacang hijau dan hati sapi. Namun
sedikit berbeda, hari jum’at kali ini bubur ini berwarna merah. Cantik, kusuapi
kau dengan penuh cinta. Namun tak berkurang setitikpun bubur di mangkuk
porselen bergambar bunga biru yang sekarang tertutup warna merah.
Kulangkahkan kaki jenjangku, kembali ke meja rias di pojok
kamar bertembok pink. ada hiasan berbentuk noda disana, aku suka. Tembokku
tambah cantik dengan warna merah itu.
“Aaa..aaarkh...!!! putriku...!!” ada suara tercekat muncul
setelah deritan pintu gerbang, seperti ada hal yang mengejutkan sedang terjadi
derap kakinya mengganggu pagiku, tergesa-gesa kemari. Aku
tahu
“sayang.. putri kita...!! dia...” wajah lelaki ini tampak
pasi, bahkan di depanku.
Kupandang sepasang bola mata indah, berwarna biru di kotak perhiasan
putihku yang sekarang jadi merah juga. Darah
Isakan dan teriakan tak henti-hentinya membuat lelaki ini
jatuh dan terkapar berkali-kali. Cih..! dasar manusia tak berguna.
“Darahnya ada dimana-mana, kasian... dia masih dua tahun. ibunya
sudah tidak waras”
0 komentar:
Posting Komentar