Kakek hanya tersenyum, kemudian beliau melanjutkan dengan
bertutur “Tidak sopan sekali seorang cucu berucap begitu”, seketika sang cucu
mengalihkan pandangannya pada kakek yang sudah sepuh itu. Raut muka
kakek begitu tenang, seolah memancarkan cahaya kedamaian bagi siapa saja yang
melihatnya.
Angin malam berlomba-lomba masuk ke dalam ruangan melewati
jendela kaca, perlahan menusuk kulit hingga dinginnya sampai ke hati. Suasana
malam di rumah kakek semakin hampa tanpa kata-kata. Sampai akhirnya sang kakek
menghentikan itu semua dengan melanjutkan tutur katanya.
“Sombong sekali cucuku selama ini. Kau anggap apa aku ini?
Seorang tua renta yang tidak berarti apa-apa? Atau seorang kakek yang hanya
membuat dirimu jengkel karena nasihatku?” sejenak kakek berhenti dan menarik
nafas, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Wajahnya tak menoleh sedikit pun pada
cucunya. Ia terlihat sangat menikmati indahnya panorama malam depan rumah melalui jendela kaca.
Menggoyang-goyangkan kursi goyang kesayangannya. Sementara sang cucu semakin
menajamkan matanya, memperhatikan wajah kakeknya itu.
“Kau adalah anak satu-satunya dari putra tunggalku. Cucu
yang teramat kusayangi. . Aku menganggapmu sebagai cucu, anak, sebagai teman sekalipun.
Meskipun kau jarang menyapaku. Lagi pula, tingkahmu yang nakal sewaktu kecil, sering kali mengusikku untuk ikut
bermain bersamamu. Fiuuuh. . . Zen, kau boleh menganggap kakekmu ini sebagai
apapun yang kau mau, bahkan sebagai teman.” Kali ini kakek benar-benar
menyudahi pembicaraannya.
Zen mendekat kepada sang kakek yang masih menikmati kursi
goyangnya. Kemudian dari belakangia peluk erat tubuh yang sudah tak sekuat
tubuhnya itu. Matanya semakin memerah, berusaha keras menahan air mata yang
sudah tak sabar ingin mengalir.
***
Zen merupakan cucu dari kakek Topo yang terlahir dari
pasangan suami istri, Panji dan Aisyah. Zen tidak memiliki saudara. Anak
tunggal dari Panji yang seusai lahir di dunia ditinggal wafat oleh Aisyah.
Pemuda yang memiliki nama lengkap Zaenal Ramadhan ini menjalani kehidupannya
bersama dengan ayah dan kakeknya. Mereka tinggal di sepetak bangunan milik
kakek yang terletak di kota Bandung. Ayahnya sibuk bekerja di sebuah perusahaan
industri sebagai seorang mandor pabrik. Berangkat dini hari dan pulang larut
malam. Itulah sebabnya Zen hampir tidak pernah bercakap ramah pada sang ayah.
Sementara kakek Topo dipercaya oleh warga setempat menjadi seorang ketua RW.
Jabatan seumur hidup itu kerap kali membuat kakek jarang menghabiskan waktu
bersama dengan cucunya. Meski begitu, beliau selalu berusaha menemani sang cucu
bermain di malam hari. Sejak kecil Zen sudah menjadi anak yang memiliki
kebiasaan pulang telat apabila sekolah. Menghabiskan banyak waktunya dengan
bermain bersama teman sebayanya. Begitu juga sekarang. Saat ini sekolah Zen
sedang libur seusai terlaksananya ujian akhir semester genap. Baik Zen maupun
siswa lainnya diberi kesempatan oleh sekolah untuk berlibur selama tiga minggu.
Liburan menjadi semakin terasa nikmat, lantaranjatuh di bulan ramadhan ini.
Beberapa hari terakhir semenjak liburan, raut muka Zen
tampak tak bersemangat. Tatapanya seakan dipenuhi oleh sesuatu yang memberatkan
pikirannya. Setiap hari ia hanya
menghabiskan hari liburnya di rumah kakek. Bermain game, makan, melamun,
dan tidur. Itu kiranya rutinitas yang ia lakukan untuk menjalani hari liburnya
hingga menjelang hari pertama bulan ramadhan tahun 2001 ini.
***
(To be continue)
Evi
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar