Beberapa hari yang lalu saya
berjalan-jalan ke toko buku. Niat utama untuk mengantar salah satu santri
membeli kamus thesaur, tapi akhirnya saya sendiri yang sibuk memelototi
buku-buku baru yang berjajar rapi di setiap penjuru. Biasanya paling demen cari
buku-buku bisnis yang ditulis oleh pengusaha-pengusaha islam seperti Ippho
santosa, Jaya Setiabudi maupun Ust Yusuf Mansur yang beberapa bukunya beraliran
semangat berbisnis, hehe.
Namun hari itu berbeda. Entah karena
bulan efek syawwal yang banyak undangan pernikahan atau karena banyaknya waktu mengkaji
kitab nikah (padahal hanya mendengar penjelasan ustadz halimi), saat itu saya
mulai tertarik pada buku-buku yang paling sering dipegang para muslimah yakni
buku perjombloan dan pernikahan. Bahkan beberapa buku tersebut memang tergolong
buku best seller di sana.
Mulai mengelilingi sudut-sudut rak
buku, saya semakin tertarik pada buku-buku tersebut. Akan tetapi ada hal yang
sangat mengganjal di fikiran. Buku-buku tentang muslimah, tentang menjaga diri,
pernikahan yang ideal, bagaimana menjaga cinta suci dan bahkan bagaimana cara
menutup aurat wanita; beberapa buku tersebut ditulis oleh kaum lelaki. Bisa saya
sebutkan, diantaranya:
1. Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan (Salim A Fillah)
2. The
Perfect Muslimah (Rifai Rifan)
3. Ya
Allah, Siapa jodohku (Rifai Rifan)
4. Udah,
Putusin aja (Felix Siauw)
5. Jangan
Jatuh Cinta, tapi Bangun Cinta (Seetia Furqon Khalid)
6. Jomblo
sebelum nikah (Rifai Rifan)
7. …
8. ..
Dan banyak lagi yang tidak dapat
saya hafal. Memang ada beberapa yang ditulis oleh para pelopor penulis muslimah
seperti Asma Nadia, Helvi Triana, namun jumlah tersebuut masih kalah jika disbanding
dengan tulisan kaum adam. Padahal beberapa penulis telah mengungkapkan bahwa
untuk memahami cara pandang dan cara pikir perempuan itu susyahnya nggak
ketulungan. Jadi dibutuhkan wawancara dan observasi yang berat dan extra
hati-hati untuk mendapat informasi yang dibutuhkan.
Kita? Para muslimah sesungguhnya
memiliki kemampuan dan kesempatan yang lebih besar untuk menulis. Mengapa? Yaa
karena saya rasa semua perempuan pasti pernah mengalami pahit manisnya memulai
mengenakan hijab, atau mungkin sakit getirnya di PHP-in(harapan palsu) para
cowok yang ngakunya serius tapi ngajakin maksiatnya terus-terus, bisa juga
bagaimana perasaan saat sudah bertemu jodoh, saat menikah maupun merawat
keluarga dan sang buah hati. Seorang wanita memiliki perasaan yang lebih peka,
dengan kemampuan berbicara blak-blak an yang kurang terbiasa. Mereka akan lebih
mudah menyalurkan apa yang dirasa lewat tulisan. Sumber akan lebih akurat dan memberi
rasa.
Kalau emang gitu, terus kenapa para
muslimah nggak ada yang nulis??
Yah, itulah kendalanya. Tapi yakinlah
dan berdoa terus, karena tahun ini Darun Nun yang akan memulainya.
Dari
Sahabatmu
Dyah
A. Fitriana
0 komentar:
Posting Komentar