Gambar
6.1 : Manusia yang terus berproses menuju taraf increasement
“Jika
orang bertanya tentang saya, maka saya adalah orang yang penuh dengan segala
salah dan kurang, tak mampu menyederhanakan yang rumit, bukan yang sempurna
ketika sudah berada pada lingkungan sempurna seperti sekarang ini. Memasuki
tempat inipun saya bukan siapa - siapa layaknya orang - orang terdahulu.”
-
Indah Nurnanningsih -
Sebuah refleksi kehidupan adalah ketika suatu capaian
tingkat tertinggi seakan menjadi jaminan di tangan. Jatuh bangunnya keadaan
menjadi bukti bahwa Allah tidak hanya menciptakan keadaan dimana manusia mengalami
keadaan jauh dan jatuh tersungkur. Sekalipun jatuh sedalam – dalamnya, Allah
tetap menyertakan keadaan bangun bagi hambaNya. Manusia mampu bangun setinggi –
tingginya ketia ia mau berusaha dan mencari jalan untuk sampai pada tingkat
dimana Allah memulyakannya.
Mengapa ada hari hijab sedunia akhirat? Maka itu adalah
pertanyaan yang berlaku di bulan April ini, hari yang berlaku bagi saya pribadi
yang jatuh pada 20 April. Ya, kerap kali saya mengingatnya.
Singkat cerita, diantara sekian SMA Negeri yang ada di Kota
Malang, mungkin hanya SMA Negeri 9 Malang yang menerapkan suatu aturan
tersendiri. Dapat dikatakan demikian karena munculnya fenomena sebagai suatu
aksi, yang memunculkan berbagai reaksi. Hiruk pikuk kehidupan yang sarat akan
nilai – nilai islami muncul di sekolah ini, baik di setiap pagi, maupun hari –
hari tertentu. Dimulai dari angkatan saya, tepatnya Tahun Ajaran 2010 / 2011,
seluruh siswi muslim diwajibkan untuk berjilbab pada hari rabu dan kamis. Diberlakukanlah aturan tersebut, baik ketika
pagi, siang, hingga proses belajar mengajar selesai. Yang tidak terbiasapun
resah, yang sudah biasa mah tak jadi masalah. Tak ayal, terkadang hal
ini menjadi bumerang antara siswa yang kontra dengan peraturan tersebut. Karena
dalam kesepakatan awal Pendaftaran Siswa Baru (PSB)pun tidak tercantum
peraturan semacam ini. Mungkin memang tidak sepenuhnya salah, jika dikatakan
nampak seperti sekolah MA yang dibalut dalam label sekolah negeri. Saat upacara
bendera pun, mimbar yang digunakan untuk memberikan pidato upacara pun selalu
saja memampang tulisan “MAN 9 Malang”, entah siapa yang sengaja mencopot letter
“S” sehingga terkesan sebagai sekolah MA. Namun memang itulah yang terpampang
setiap minggunya.
Saya beranggapan bahwa peraturan ini sebagai wujud
harapan kepala sekolah dalam pembentukan karakter bagi siswa. Terkadang
implementasi dari perwujudan akhlak, sikap dan moral yang baik tidaklah cukup
hanya bil kalam. Tak jarang juga, bila berbagai pihak tak paham akan
peraturan ini, sudah dipastikan akan timbul paradigma lain dari beberapa
kalangan. Terkesan cepat copot jibabpun termasuk didalamnya bagi pihak
luar yang melihat namun belum faham, termasuk diri ini yang menjadi bahan
prasangka lain dari tetangga.
“Lama – lama jadi sekolah MA saja sudah!”, pungkas
salah satu siswi.
Namun dalam berbagai perspektif yang muncul, sebagai
siswa yang selalu berada pada lingkup sekolah nonisiam seperti saya
memandangnya sebagai hal biasa. Adapun sekian sisi positif yang kiranya mampu
diambil dalam setiap aturan yang berlaku. Sehari dua hari, siswa dilatih untuk
tidak terlalu brai dengan rambutnya. Belajar menjadi muslim yang baik
juga termasuk salah satu hal yang setidaknya mampu dipelajar, dicoba dan untuk
dipraktekkan.
Lambat laun, tersimpan beragam hal yang membuat saya
menghendaki dan menjalaninya secara utuh. Tanggung jawab untuk selayaknya
menjadi panutan akan beberapa aspek islam yang saya naungi saat itu. Jika
memang keseriusan dan kesempurnaan menjadi gagasan di awal, untuk apa jika hanya melakukan
kebaikan dan syariat dakwah secara setengah – setengah? Dan saya menyadari,
semua itu tidak akan mampu saya laksanakan dengan nyaman dan maksimal tanpa
hijab yang secara resmi menaungi.
Gambar
6.1.1 : Hari hijab sedunia akhirat
Itikad baik itupun Allah sertakan dalam penghujung akhir
ajaran sesaat sebelum menginjak kelas 12. Tak banyak respon, karena bukan
tergolong penampakan yang jarang juga sebelumnya. Banyak pihak yang mensupport
saya, dalam bentuk materi maupun non materi. Syukur terima kasih dan berharap keistiqomahan
selalu menyerta.
Awal mulanya, saya bingung harus bagaimana. Jikalau saya
menghendaki keputusan itu, pada akhirnya harus mengganti dan merubah seluruh
busana yang kelak akan saya kenakan sehari – hari, terlebih mengenai seragam
sekolah. Tak ingin diri ini menyusahkan dan tak ingin pula membebani pihak
lain. Hanya tinggal delapan bulan masa akhir sekolah akan diarungi. Sayapun
berinisiatif menghubungi salah seorang alumni yang saat itu merupakan lulusan
dari program Bahasa di sekolah saya. Begitu baiknya ia sehingga akhirnya kami
memutuskan untuk saling bertemu dan diterimalah selembar baju batik khas SMAN 9
Malang. Walau pada awalnya hal semacam ini selalu terasa sungkan untuk saya
utarakan ke setiap orang. Saya hanya bergumam, “Mudah – mudahan bisa ketularan
mbak ini.. meski tak sampai menjadi terbaik di kota Malang seperti dirinya,
semoga mampu menjadi orang yang lebih baik.”
Tidak sedikit pula teman seangkatan yang melakukan
seperti apa yang saya lakukan. Banyak yang berlangsung istiqomah, adapula yang
masih menemui batu gronjalan. Kini balutan itu yang menaungi hari – hari
ini. Saat diri ingin berulah, maka ialah yang bertindak sebagai alarm.
Kewajiban berhijab menjadi semakin terang dalam pemahaman
saya. Dalam hati, sudah sejak jauh – jauh hari diri ingin menetapkannya. Namun lagi
– lagi faktor ketidak fahaman, juga faktior - faktor lain yang mungkin masih
menutupnya, bersama kabut kelam diri ini.
Malaikatpun mungkin mencatat, kapan tepatnya saya benar –
benar berhenti menampakkan semua itu. Biarlah tanggal 20 dicatat sebagai batas
waktu kemunkaran diri ketika bersaksi di akhirat nanti. Yang terpenting, semoga
Allah mengampuni ketidakfahaman ini. Dan saya masih mengharap ampunan dari-Nya.
Semoga.
(Tulisan usang tertanggal 20 April 2015)
Indah Nurnanningsih
0 komentar:
Posting Komentar