(Zakiyah Nurmala)
Dyah AF
Dyah AF
Kamu Pasti Bisa, itulah katanya
dulu.
Untaian yang tak pernah dapat
kutepis sampai saat ini. Wajahnya yang teduh menuntunku menuju harapan yang
entah mengapa selalu bertepuk sebelah tangan. Tiada yang mensupport. Selain
dia, arai-ku.
Saat itu arai sungguh dicintai
oleh zakiah nurmalanya. Dia mengajakku menuju tempat yang kuimpikan. Perlahan
aku menyadari, kesulitan kita ke tempat itu bagaikan kesulitan yang saat ini
pun harus dibayar demi impian masa depan. Dan kebahagian dapat berkunjung ke
sana pun sebagai contoh bagaimana rasa bahagia saat kita dapatkan impian kita
demi islam kita nanti.
Sekejam Inikah dirimu?
Arai dan Zakiyah nurmala memang
selalu Berpisah di awal perjalanan hidupnya. Mengabdikan diri dengan sahabat sejati
itu memang indah. Kukira allah berniat untuk menaruh kita di tempat yang sama,
namun kala itu semua sirna.
Bagai wajah disiram pasir yang
basah, susah untuk kuhilangkan rasa malu di wajah. Tepat saat kami berada bagai
langit dan ujung magma. Jauh tak hingga. Kepandaian dan kearifan yang telah
terbentuk membawanya melayang jauh menuju tempat yang tak dapat kucapai.
Dan aku merasa bahwa kini
akulah yang terendam dalam panasnya inti bumi. Bergerak hilir mudik ke kanan
kiri namun taka da celah yang mau menerima. Itulah keadaan yang kurasakan.
Malu, tak punya prestise, tak punya sesuatu.
Sekuat apakah diriku?
Zakiyah bukan sekedar gadis
desa. Kucoba bangkit dari keterpurukan. Ketika ditanya, kamu dimana sekarang
ini. Rasa malu memang memuncak. Seakan runtuh rumah ditubuhku. Namun, pelan
selangkah demi selangkah kuyakinkan kaki untuk berdiri. Sendiri, karena bagiku
taka da arai-arai yang lain lagi. Kututup mata penuh makna, kugenggam tangan
dengan kekuatan dunia. Aku berjalan selangkah kebelakang untuk melesat sejauh
mungkin kedepan.
Bagai magma di dapurnya yang
terdalam. Aku menerobos keluar dan muncrat diatas langit-langit cantik. Tak kan
kubiarkan lagi diri ini penuh dengan penyesalan. Kumulai bangun dan menghadapi
keterpurukan.
Sekuat apakah diriku?
Senyuman gadis berkerudung
merah, Zakiyah Nurmala. Tak dapat lagi kubersuara, dan tak dapat lagi
kuuntaikan kata. Karena jarak yang terpaut telah membangun sekatnya.
Akhirnya memilih untuk
melangkah sendiri memang bukan hal yang mudah. Namun selalu allah maha kuasa
tak pernah sedetikpun lengah dari hambanya. Ditengah perjalanan, mulai banyak
saudara yang mengiringi bahkan menuntun. Tak perlu lagi sendiri, jika bersama
akan sebaik ini. Merekalah anugerah terindah bagi warna hidupku. Pejuang islam
yang tanpa hentinya menebar berkah.
Senyum itu kembali merekah,
prestasi itu mulai melimpah. Syukur dan istighfar selalu yang kupengang agar
diri ini tak lengah dan akhirnya terseret ke neraka.
Sekejam Inikah dirimu??
Kamu Pasti bisa, itulah katanya
dulu.
Namun beberapa waktu yang lalu,
kulihat dirimu mengangkasa, membumbung tinggi di cakrawala. Menggapai impian
yang belum sampai padaku. Dengan senyum yang merekah kau menimba ilmu di tempat
yang kau idamkan.
Bahagia, Namun Iri juga
mengusai jiwaku saat ini. Aku iri pada arai-ku yang sungguh memesona. Namun
Iri-ku ini taka pa. ustadz pernah
berkata bahwa tak apa mengiri dengan orang berilmu dan mengamalkannya.
Maka,
Sekejam Inikah dirimu,
membuatku iri pada kontribusimu??
0 komentar:
Posting Komentar