
Oleh: Ninis Nofelia
Merajut benang waktu. Rasanya kata-kata itu cocok untuk mengisi
kolom malam ini. Detik-detik yang berlalu bagaikan benang-benang, yang bila
dibiarkan akan mengkusut dan tak bermakna. Ya Allah… ampunilah hambaMu ini. Beberapa
kewajiban sebagai seorang santri pondok pesantren Darun Nun belum tertunaikan
dengan sempurna. “Menulis” adalah salah satu warna dominan dari pondok
pesantren kami tercinta. Ustadz tak pernah memaksa, juga melarang kami untuk
menjadikannya beban. “Jadikanlah menulis sebagai sebuah kesenangan”, begitulah
kira-kira nasehat beliau. Sepenuhya diri ini menyadari bahwa saran ustadz adalah
untuk kebaikan kami juga. Dan kesadaran saja belumlah cukup. Yang dibutuhkan
adalah action “Menulislah wahai anak-anakku, tidakkah kau ingat? Puisi salah
seorang sastrawan bangsa kita,’ Aku ingin hidup 1000 tahun lagi’. Tahukah maknanya?”.
Malam yang dingin ini mengingatkan lagi. Bahwa menulis adalah
sebuah upaya mengabadikan. Investasi dunia hingga yaumul akhir inshaa Allah.
Maka menulis sebuah keilmuan menjadi suatu keniscayaan bagi seorang akademisi. Marilah
kita tengok karya-karya pendahulu kita (bisikkan). Betapa masih bersinarnya hingga
kini, kitab Hadis shahih Bukhori, Arba’in Nawawi, dan yang lainnya, meski waktu
telah meredupkan usia para penulis karya-karya itu. tak inginkah seperti
mereka? Berusia panjang lagi berkah. Hingga kini, nama mereka masih hidup dan mengajarkan
banyak kebaikan.
Ya Allah… ringankanlah tangan ini untuk memahat desiran-desiran
hati dari semesta-Mu, semoga menjadi desiran-desiran di hati yang lain untuk
mengagungkan-Mu…
Malang, 17 Mei 2015
Pondok Pesantren Darun Nun Malang
0 komentar:
Posting Komentar