Gambar 6.1 Bapak Fahmi Fardiansyah,
Minggu, 5 April 2015
“Bapak,
gimana.. sudahkah bikin blognya?”
“Aduh
ibuuk.. aku iki sibuk, akeh ngajare iki”
“Ayolah
pak selak ditanyain nih.. guampang tinggal sampean ke gmail aja.. lek gawe
y**** memang rdak ruwet.. wes jenengan langsung daftar ke gmail ae.. guampang!”
“Hadu
buk aku gak ngerti carane.. gawekno age...”
“Dhieeengggggg..
lah wingi sing ditunjuk dadi ketua workshop siapa??”
(Beberapa
hari kemudian..)
“Pak
piye..sampun?”
“Belum
buk Indah.. “
“Hmm
yoweslah, tp bapak buat testi yo??”
Jika kita menilik kembali pada minggu - minggu menjelang
puncak apresiasi sastra, nampaknya terselip cerita menarik dibalik pelaksanaan
workshop kepenulisan yang digelar pada tanggal 14 Maret lalu. Bukan hanya dari
segi kepanitiaan, usut punya usut hal tersebut juga muncul dari keikutsertaan
beberapa santri yang sengaja, maupun tidak sengaja hadir dalam acara bergengsi
itu. Tak ayal, hal ini menjadi lika - liku mereka sesaat sebelum maupun sesudah
menempuh proses belajar bersama di Baiturrahman.
Salah satu kabar tersebut datang dari peserta asal Ponpes
Anwarul Huda yang juga hadir bersama beberapa santri setempat. Beliau adalah
Fahmi Fardiansyah, peserta yang akhirnya didapuk menjadi ketua dari pengkoordinasian
peserta pasca kegiatan workshop selesai.
Disela - sela jam kosong beliau menyadurkan sebuah
flashdisk seraya berkata, ‘’Nama filenya ‘mbk indah’ ”. Sayapun menerimanya,
tangan ini kian bergegas menancapkannya pada bagian ujung laptop. Setelah saya
buka, seperti inilah cuplikan file tersebut :
Sebenarnya saya
baru tahu adanya workshop kepenulisan adalah pada hari pelaksanaannya, tidak
habis pikir saya langsung memilih untuk ikut workshop karena saya memang
berkeinginan keras untuk dapat menghasilkan karya tulis sebagai bentuk hasil
belajar saya selama ini.
Langsung
teman saya Musrizal Muis yang mengajak saya untuk ikut. Memang awalnya kita
tidak langsung sampai tempat tujuan. Kita tersesat sampai pondok Sabilul
Rosyad. Kemudian lihat Google map dan menjumpai tempat tujuan.
Namun,
sayang kami tidak mendapati materi pertama karena terlambat datang, sehingga
mengikuti materi kedua yang membahas pengembangan penulisan melalui jejaring
sosial. Materi dibahas sampai menjelang dhuhur. Dilanjutkan dengan sholat
dhuhur berjamaah dan makan bersama di serambi Masjid.
Sampai pada materi terakhir yang dipandu oleh
ustad Halimi, sangat membangkitkan selera untuk menulis tinggal tulis dan
tulis.
Fahmi Fardiansyah
Jujur, lisan ini agaknya terbahak ketika menjumpai bagian
‘ketersesatan’. Saya tidak menyangka bahwa pada saat beliau dan kawan - kawan
mengalami keterlambatan, juga ditengarai karena faktor ketersesatan di jalan.
Dan saya pun tidak habis pikir kenapa beliau bisa sampai tersesat di
pondok Kyai Marzuki, hingga berujung mencari kesaksian lewat google
maps. Beberapa bulan sebelumnya ketika kami tidak sengaja bertemu di perempatan
Candi, atas permintaan beliau saya pun memberitahu ahlul kitab tersebut
mengenai lokasi keberadaan Darun Nun beserta masjid kebangganaannya. Hingga
pada akhirnya sampai - sampai kami pun menginjak posisi di depan pondok.
Akhwat yang akan genap berusia 20 pada 21 April mendatang
ini nampaknya memang begitu antusias mengikuti workshop kepenulisan yang
diselenggarakan Darun Nun. Sebelumnya pun saya tidak pernah menghimbaukan acara
ini kepada rekan - rekan di kelas, hanya sebatas memosting pamflet acara pada
grup kelas PAI I 2014. Selebihnya saya serahkan kepada mereka, berkenan untuk
turut serta ataupun tidak.
Gambar 6.2 Bapak Fahmi Fardiansyah, @ lorong gd. Megawati
Jika meninjau tulisan - tulisan yang pernah dibuatnya,
nampaknya akhwat satu ini cukup memiliki daya ketertarikan terhadap dunia tulis
menulis. Salah satu buktinya adalah berupa situs blog yang telah dimilikinya, beralamatkan
nama yang cukup unik, limamenitbersamafahmi.blogspot.com. Alumnus SMA Lab. UM
Malang ini juga gemar membagi - bagikan ilmu lewat tulisan yang diunggah melalui
akun pribadinya. Tak jarang setelah mengupdate statusnya di beberapa media
sosial, beliau selalu pede untuk mengatakan, ” Buk.. like statusku
ya..”, ungkap keponakan K.H Chamzawi itu.
Gambar 6.3 Salah satu cuplikan status yang
pernah dibuat oleh Fahmi Fardiansyah
Dari sekian hal yang masih melekat di benak ini, suatu
ketika beliau juga pernah bergumam, “Kenapa ya, tulisan yang hanya berupa
kata - kata galau saja banyak yang nge-like, sedangkan status ku.. sing
refrensine jelas shohih teko kitab juarang ono sing nge-like”. Ya,
begitulah fenomena. Barangkali bahan gundahan sesaat menyingkirkan segi
keilmiahan. Bila gundahan hanya mampu menimbulkan kemudharatan, maka hal itulah
yang harus dibenahi, diganti, entah diperbaiki, untuk lebih mengontrol hati.
Salah satu cara terbaiknya adalah dengan bersastra.
Beragam peserta datang beranjak dengan berbagai niatan.
Jumlah permulaanpun tidak jadi masalah. Semua itu juga tidak ada artinya tanpa
kehadiran mereka yang telah berkelana dan berkenan menelusuri area Bukit Cemara
Tidar. Bersama - sama dalam berteori, bersama - sama dalam menorehkan tinta,
hingga bersama - sama meyakinkan diri bahwa, “Sekalipun kita mengikuti
workshop kepenulisan yang berada pada tingkatan nasional maupun internasional,
solusi yang ditawarkan atas pertanyaan dari para peserta adalah SAMA. Tidak ada
cara lain untuk kita bisa istiqomah dalam menulis, selain MENULIS itu sendiri.”
Kini blog tersebut sudah dapat diakses melalui
situs :
workworkshop.blogspot.com
Selamat berkarya kembali dan sampai jumpa di Workshop
Kepenulisan 2016!
Creator
:
Indah
Nurnanningsih
0 komentar:
Posting Komentar