Bismillah
Gujes-gujes-gujes,,,
Tuut tuuuut…
Rasanya ada sesuatu yang terselip ketika
aku mendengar suara kereta melaju. Antara sedih saat itu, ingin tertawa dan
berbagai perasaan yang bercampur aduk. Teringat kembali kejadian dua hari yang
lalu dimana kami memutuskan untuk berangkat ke Surabaya guna menghadiri kajian
agama yang dibawakan oleh Ust. Felix Siaw, pengarang buku best seller “udah,
putusin aja!” yang juga dijuluki dengan ustadznya para cewek-cewek. Hehe
Jauh-jauh
hari kami sudah memesan tiket kereta agar mendapat tempat duduk. Tiket kereta
tertulis berangkat pukul 3.20 pagi dan sampai Surabaya pukul 6.10. terpaksa
kupilih jadwal tersebut karena acara mulai pada jam 8.00 dan tak ada kereta
yang sampai di Surabaya pada jam itu.
Alarm sudah
di on-kan, baju telah dikemas dan segalanya telah disiapkan, tapi memang tidak
semuanya akan berjalan sesuai rencana. Kami baru saling membangunkan pukul
2.30, mbak amanah dan mbak ninis tak sempat mandi, berbeda denganku yang mandi
walaupun hanya 3 menit hehe. Sebelum berangkat ke stasiun, kami sempatkan
sholat tahajjud walau hanya 2 rakaat. Setelah semua siap kami segera meluncur
untuk menjemput mbak rina.
Sampai di
pondok fatimiyah jam di HP telah menunjjuk pukul 3.00. sedangkan mbak rina tak
kunjung keluar pondok, hampir saja kami putus asa dan meninggalkannya, namun
tiba-tiba mbak rina muncul dari pintu yang lain. segera kami tancap gas. Aku
duduk dibangku belakang sepedah motor mbak amanah. Hanya harapan doa yang terus
kulafalkan, mudahkan ya allah, telatkan keretanya, telatkan keretanya.. benar
juga! ALLAH MAHA KUASA! Stasiun itu masih sepi, yah memang karena kereta baru
saja berangkat. Tetoot. Sempat saja bapak ojek menawarkan jasanya “ dah mbak
sini tak anter ke blimbing kita kejar kerata”. Aduh bapak masak mau bonceng 4
orang sih?? Huhu. Tanpa piker panjang kami laju motor menuju statiun blimbing.
Tapi karena bingung kami tidak menemukan di mana letak stasiun blimbing. Motor
terus melaju menuju stasiun singosari. Kami sampai pada sebuah pemberhentian
yang menunjukkan ada kereta yang akan lewat. Kami tengok ke samping. Yah itu
stasiun, tapi hati bertanya mengapa sangat sepi? OMG ini stasiun kecil, mana
ada tempat penitipan motor. Gujes..Gujes.. Gujess… Didepan mataku, tepat
didepanku kereta itu melintas. Kecepatannya mulai berkurang, namun tak ada guna,
itu hanya stasiun kecil yang tidak memiliki tempat penitipan motor. Aku segera
berteriak “Berangkaaat, mbak am! Lawaaaang!” yup. Dua motor melaju begitu
kencang, mungkin melebihi batas maximum biasanya, tapi untung saja barometer
rusak bisa memperkecil tingkat ketakutan kami :D.
Jalanan hanya
dilalui oleh beberapa kendaraan, langit masih begitu gelap dengan bintang yang
tersenyum melihat kami yang kejar-kejaran dengan kereta. Mbak ninis mengendara kuda hitamnya dengan
kecepatan tinggi. Kami di belakang mengikuti. Brrrrrr dingin sekali pagi ini. Jarum
bensin sudah berada di paling bawah. Mbak amanah membelokkan motornya ke pom
bensin. Aku was-was, sedikit lagi kami mau sampai di lawang, apakah kereta
sudah berangkat. “Ayo mbak cepetan!” kataku, aku segera naik motor saja. Mas-mas
sampingku mendekat “Mbak,, belom bayar bensinnya. Hahaha” aduh memalukan. Tapi bodo
amat!
Setelah membayar kami segera mencari mbak
ninis yang entah di mana. Stasiun lawang ada di depan, segera kami belokkan
motor dan kesana kemari mencari mbak ninis dan mbak rina. Kutanyakan pada bapak-bapak
yang berada di sana, memang sepertinya mereka belum sampai, atau jangan-jangan
kesasar? Sedikit melupakan itu aku bertanya kepada penjaga loket. “pak, keretanya
sudah berangkat?” “belum mbak, belum datang”. Huuufff lega rasanya, aku
tersenyum kepada mbak amanah “ yesss, kereta belom datang mbak, akhirnyaaa”
tapi kendala masih ada, penitipan motor ternyata ada di seberang rel kereta di
sebuah rumah tua. Tanpa piker panjang segera saja kami kesana. Tiba-tiba sebuah
motor melintas “dek fitri.. “ panggil mbak rina. Kulambaikan tangan agar dia
mengikutiku. Kami melewati jalan kecil yang menakutkan. Setelah jalan Sedikit,
dan akhirnya sampai. Tapi uuuppss mana mbak rina dan mbak ninis??? Kulihat arah
kiri. Sorot lampu kereta menyilaukanku. Duh alamak, kereta sudah datang nih. Sebuah
panggilan masuk, mbak rina meneleponku. “deek,, pean dimana???” katanya “ ini
mbaak di parkiran ayo cepetan sinii” kataku “loh tapi gimana ini kita gatau
jalannya ini kereta dah datang” mbak rina menjawab, yah aku pun tahu mbak nih
tinggal lompat dan masuk malah, gumamku :) “pean balik dek fitri ya biar kita
tahu” segera dia tutup telleponnya. Bagai buah simalakama (buah apa ini?)he he.
Jika ke sana lagi aku ketinggalan kereta. Jika tidak kami akan terpisah. Bapak-bapak
yang kutanya tadi melambaikan tangan isyarat agar aku segera masuk kereta. Tapi
bagaimanaa??? Yah akhirnya demi nama persahabatan dan kesetiaan, aku seret
motor mbak amanah. Sudah balik aja mbak. Kita nyalakan dan gas motor
kencang-kencang.
Yaah dikit lagi allah mudahkan.. sayang ini
dah beli tiket. Benar saja doaku terkabul, dengan mudahnya kami lihat mbak
ninis dan mbak rina di seberang jalan. “mbaak!!!” teriakku mereka segera
menoleh dan seketika menuju kea rah kami. Namun, tragiiss.. sungguh tragiiss… tiinuut
tiinuut tiinuut.. palang pintu kereta api segera saja memisahkan kami. Ingin rasanya
kuterobos palang itu, tapi mana mungkin?? Aku di sisi satu dan mereka di sisi
satu lagi. Suara tanda kereta api akan berangkat telah berbunyi, suaranya terdengar
menyakitkan. Lampu kereta menyorot wajah kami yang pucat pasi, selanjutnya dan
ini seakan cerita-cerita di film romansa, kereta itu berjalan semakin cepat dan
semakin cepat gujess gujess tuuut.. meninggalkan kami yang telah mengejarnya
dari malang. Hanya 2 meter jarak kami dari kereta. Sungguh ini 5 detik yang
sangat menyayat hati. Rasanya kebut-kebutan tadi tak berarti lagi. Kenapa tidak
seperti di film-film india saja, ada seseorang yang berdiri di pintu kereta dan
aku berlari mengejar kereta tsb, dan blaa bla bla.. imajinasi tingkat tinggi* tapi ini bukan film. Ini kehidupan yang
ceritanya lebiih jauuh indah daripada film saja. Ingat bro, ini tuhan yang
menulis bukan lagi tarafnya manusia.
Kereta itu
melewati kami tanpa kasihan. Beberapa menit setelah kereta benar-menar tak terlihat,
kami sama-sama speechless tak tau harus berkata dan berbuat apa. Antara sedih
dan kecewa. Akhirnya kami berkumpul. Yah kini nasi telah menjadi bubur, aku
tertawa melihat mbak ninis yang hampir saja menangis. Kami sama-sama tertawa mengingat
perjuangan dihampir subuh. Yah terpaksa kita harus naik motor sampai Surabaya. Tapi
Tak apa, terkadang dengan cara yang indah Allah membuat kita menghindari
sesuatu yang menurut kita baik untuk kita. Akhirnya berbekal GPS dan bekal
setidakadanya kami berangkat kembali, walaupun harus beberapa kali terpisah
tapi untung saja, kami sampai di sana dengan selamat. Masjid baiturrazaq begitu
indah. Seperti sebuah masjid apung di atas waduk yang sangat bersih dari sampah.
Airnya mengkilau menyambut kedatangan kami. Wajah rembes*kucel akhirnya segera
kembali segar dan cantik setelah di make over di toilet. Okeey its time to
selfie..lelah kami hari itu segera terobati dengan kajian ilmu yang sangat
menarik oleh ust felix. Ilmu Taaruf dan menikah juga kisah kisah wanita hebat
yang ada dibalik kesuksesan para nabi. Sungguh terobati rasanya.
Kereta hari
itu, setelah kufikir lagi, memang Allah lah yang maha Tahu segala yang baik,
ternyata jika saja tadi kami naik kereta, tentu akan susah menuju ke lokasi
karena taka da angkot di sana. Dan lagi kami harus meninggalkan sholat subuh
jika saja naik kereta. Alhamdulillah sekali, karena pengalaman ini dengan
hikmah yang luar biasa yang dibungkus dengan cantik dan indah. Aku yakin 5
detik kereta melaju saat itu tak akan pernah kami lupa.
Dyah Ayu Fitriana-Smiling Indonesia
Darun Nuun
0 komentar:
Posting Komentar