oleh :
Indah Nurnanningsih
Pada hakikatnya
predikat diri sebagai ‘manusia’ senantiasa merujuk pada makhluk yang selalu
memiliki identitas tertentu dalam dirinya. Identitas tersebut mencakup nama,
bentuk perangai, karakter, hingga merujuk pada rasa emosional yang senantiasa
dibawa. Terkadang rasa jemu menyelimuti diri ketika manusia berada pada keadaan
yang membawanya menuju perbedaan, sehingga membuat diri ingin sesegera
mungkin untuk singgah. Disisi lain perasaan untuk ingin tetap berada pada
keadaan dan kondisi yang sama pun menjadi prioritas bagi golongan tertentu. Adapun
tipikal manusia yang senantiasa ingin berada pada tempat dan jalan yang benar,
tanpa ingin terbawa oleh arus kehidupan yang melalaikan dan membuat terlena.
Satu diantara ketiga tipikal tersebut menjadi lika - liku perjalanan saya
ketika menuju Darun Nun.
Dalam
kesempatan perdana untuk dapat menorehkan pikiran melalui media ini, saya menghaturkan
rasa terima kasih sedalam - dalamnya kepada Allah SWT yang secara tidak
langsung telah memberikan jalan dan penegasan dalam memantapkan diri untuk melanjutkan
langkah lebih jauh guna menggapai ilmuNya di Pondok Pesantren (PP) Darun Nun
Bukit Cemara Tidar. Berhari - hari bahkan mencapai bulanan pikiran ini selalu terbayang
- bayang akan pilihan yang satu ini. Alhamdulillah Allah telah meridhoi niatan
dan cita - cita saya kala masih kecil untuk hidup dan merasakan suasana Pondok
Pesantren yang penuh dengan kedamaian dan keteraturan seperti di PP Darun Nun.
Dan yang lebih menggembirakan, sekarang keinginan itu bukan sekedar bayang -
bayang belaka, namun telah tertuai dalam
kehidupan sehari - hari. Barakallah fii kulli hal.
Kedua kalinya
saya mengucapkan terima kasih yang mendalam terkhusus untuk Abi dan Umah kita
di kampus maupun di pondok , Ust. Halimi Zuhdi beserta Ustdz. Sayyidah Hafsoh
yang telah bersedia menerima niatan saya untuk menggali lebih dalam mengenai islam
beserta akar - akarnya di tempat yang menjadi jalan beliau menggapai Jannah
Allah. Dangan penuh kesabaran dan sifat keteladanan beliau begitu gigih dalam mengarahkan kami pada jalan yang
benar. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah beliau torehkan melalui
tempat yang penuh barakah, Darun Nun. Allahuma Aamiin.
Disamping itu,
rasa terima kasih juga saya tuangkan untuk seluruh santriwati Darun Nun yang hampir
keseluruhannya telah menjadi sosok kakak bagi saya. Segala bentuk bimbingan, arahan
maupun kritikan akan senantiasa menjadikan tangan ini terbuka bagi diri yang
belum sempurna seperti saya. Layaknya sebuah pepatah, berharap kedepan ini kita
semua mampu menjadi saudara yang Berat sama dipikul, Ringan sama dijinjing.
Segala hal yang sekiranya mampu untuk saya berkontribusi, Insya Allah diri ini
siap untuk memberi dan berbagi. Karena semua itu tidak terlepas dari status kita
sebagai “One Big Family of Darun Nun”.
![]() |
Gambar 1.1 Gang Annisa |
Melalui
berbagai program beserta ketentuan yang telah direncanakan, saya memiliki keinginan
yang menjadi acuan untuk menuju kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Dari segi spiritual, emosional, maupun sosial ketiganya
memiliki harapan agar terus - menerus berkembang menjadi lebih optimal, serta
menjadikan waktu & kesempatan terfungsi untuk aktifitas yang berguna sehingga
tidaklah menjadi manusia rugi atas segala yang tersia - sia. Disamping itu saya
berharap agar kepengurusan yang saat ini menjadi naungan saya dapat menjadikan
seluruh santriwati Darun Nun mampu menorehkan karya berbentuk puisi, pantun,
maupun hasil pemikiran yang lain secara istiqomah dan optimal, tidak terkecuali
untuk diri saya sendiri. Saya dari devisi kepenulisan berharap agar proses
menulis indah ini menjadikan kita memiliki karya yang tidak hanya dapat
dikenang. Lebih dari itu juga mampu memberikan torehan motivasi maupun inspirasi,
karena menulis adalah dorongan hati yang mampu memberikan sumber pencerahan
bagi hati yang lain .
Apa yang telah
dituai pada hari ini akan datang dimana proses memanen menjadi hal yang begitu
membahagiakan bagi diri. Banyak diluar sana yang berasumsi bahwa hidup di suatu
pondok pesantren adalah hidup yang jauh dari kata ‘’merdeka”. Namun hal serupa sama sekali tidak menjadi usikan bagi
perasaan ini. Saya nyaman dan saya pun menjalaninya. Jika kata ‘’nyaman’’ sudah
menghinggapi maka tak perlu menunggu kapan datangnya bahagia. Berharap agar
pengalaman yang hari demi hari saya jalani mampu menjadi bekal hidup tersendiri
maupun bekal hidup untuk dapat menorehkan manfaat bagi sesama. Semoga.
0 komentar:
Posting Komentar