By : Catur Mukti Wiani
Memasuki abad ke-21 yang ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) amat
mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai-nilai, baik nilai budaya, adat
istiadat, maupun nilai agama. Perkembangan iptek tersebut nyaris menghilangkan
batas ruang dan waktu sehingga dunia seakan menyatu dalam suatu kampung global.
Pertukaran informasi termasuk nilai antarbangsa berlangsung secara cepat, penuh
dinamika dan tanpa adanya pemilahan, sehingga mendorong terjadinya percampuran
nilai, kekaburan nilai, bahkan terkikisnya nilai-nilai asli yang menjadi
identitas suatu komunitas yang bersifat sakral, kini tengah berada di
persimpangan jalan.
Pada 2011 lalu, 77% dari populasi dunia, atau 5,3 Milyar orang,
adalah pelanggan telepon seluler. Sejak merebaknya penggunaan handphone, hampir
semua kalangan memiliki. Dari seorang tukang becak yang penghasilannya
pas-pasan, hingga pengusaha dengan penghasilan ratusan juta perhari.
Perkembangan ponsel di jaman ini telah memberikan perubahan perilaku bagi para
penggunanya, baik dari segi konsumerisme ataupun dari sisi psikologis. Apalagi
untuk tipe ponsel yang masuk dalam kategori smartphone, banyak sekali ditemukan
perilaku menyimpang yang sering dilakukan pengguna ponsel pintar ini.
Kebanyakan pengguna ponsel pada saat ini sudah memposisikan ponselnya sebagai
asisten pribadi yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun.
Dewasa ini lagi marak-maraknya pengguna
smartphone, alat komunikasi yang pada tahun terakhir ini seperti menjadi barang
yang wajib dimiliki oleh setiap orang, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu
dimana handphone masih menjadi barang mewah yang hanya dimiliki oleh
orang-orang yang kondisi perekonomiannya menengah keatas. Akan tetapi realita
hari ini, jangankan setiap orang hanya memiliki handphone, bahkan ada yang berganti
smartphone setiap kali ada model baru. Dan tak jarang juga siswa yang masih
duduk di bangku SD pun sudah tak asing dengan alat elektronik yang satu ini.
Hingga saat ini, smartphone masih menjadi
trend para remaja di Indonesia, tak terkecuali dilingkungan sekitar kita.
Bahkan, ada yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan gadget mahal ini,
seperti memaksa orang tuanya, mencuri, dll. Trend ponsel pintar ini memang
telah menguasai pikiran para pelajar dan mahasiswa di Indonesia bahwa “No
smartphone, No GAUL”,seperti itulah kira-kira komentar mereka.
Menurut Sugar Phadke seorang Direktur Nielsen
Telecom dan Technology Practice untuk Asia Tenggara ini menyatakan bahwa dengan
menjamurnya penggunaan smartphone ini, juga meningkatkan waktu yang dihabiskan
oleh orang didepan smartphone milik mereka.” Dalam surveinya terlihat pengguna
smartphone menghabiskan waktu rata-rata lebih dari 3 jam per hari dengan
smartphone mereka. Waktu 3 jam itu kebanyakan dari mereka dihabiskan untuk
melakukan kegiatan chatting, jaringan sosial, dan hiburan seperti games
serta multimedia yang mendukung banyak sekali interaksi, sehingga seseorang
teralienasi dari lingkungan sosial dalam kehidupan nyata mereka.
Budaya penggunaan smartphone ini bisa mengubah
kebiasaan dan kehidupan di bumi pertiwi ini. Sekarang pengguna smartphone jadi
lebih sering memotret makanan sebelum makan, lebih sering chit-chat via
jejaring sosial yang di tawarkan smartphone ketimbang mengobrol langsung, lebih
sibuk membaca status saat bangun tidur dari pada mengucapkan selamat pagi
kepada pasangan. lebih sibuk dengan entah siapa yang menulis pesan di jejaring sosialnya
dari pada ngobrol dengan teman-teman, bahkan anak-anak lebih senang main
melalui smartphone ketimbang main ayunan. Lebih-lebih lagi, Saat memberi
kejutan ulang tahun, yang ulang tahun malahan
lebih peduli memotret kuenya ketimbang yang memberi kejutan. Menyakitkan..!
Tapi, inilah perkembangan zaman yang penulis
anggap sebagai stupid user. Mungkin menyakitkan, tapi mau tidak mau
harus kita hadapi. Memang benar pendapat tentang kemajuan tekhnologi yang
mengatakan “Internet dan smartphone, mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang
dekat.”
Akibat dari kondisi tersebut, kini
sumber-sumber nilai yang menjadi panutan dalam bertindak sangat beragam.
Keluarga dan lingkungan sosial yang semula menjadi sumber nilai dominan kini
mengalami reduksi peran. Dalam kondisi seperti itu, ada kecenderungan
pertahanan nilai moral yang menjadi pegangan masyarakat akan semakin
tergoyahkan, nilai tradisi bangsa indonesia yang ramah, lembut, dan santun bisa
tergilas oleh nilai-nilai baru yang bersandar dan berlindung kepada kebebasan
dengan mengatasnamakan hak asasi. Dengan demikian standar nilai yang dipegang
oleh masyarakat akan semakin tidak jelas dan mudah digantikan dengan standar
yang lain. Nilai-nilai yang bersumber kepada budaya atau tata nilai yang
dipegang teguh oleh masyarakat akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Inilah realita yang terjadi, semakin smart
teknologi mengakibatkan semakin stupid sumber daya manusia. Bukan
berarti kita tidak boleh menggunakan smartphone, karena kita sah-sah saja
mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi, agar tidak menjadi stupid user maka
seharusnya memanfaatkan perkembangan teknologi tanpa mengaburkan nilai-nilai
yang telah berlaku dengan mengambil segi positif dari perkembangan smartphone
tersebut. Karena setiap perilaku ataupun perkembangan pasti ada segi positif
dan segi negatifnya. Oleh karena itu
kita harus pintar dalam mengambil segi positif yang terkandung dalam segala
hal, begitu juga dalam hal memanfaatkan perkembangan teknologi salah satunya
perkembangan smartphone ini.
Perkembangan memang harus, tetapi tidak
sepantasnya dengan perkembangan mengakibatkan hilangnya sebuah nilai.
Menggunakan smartphone tanpa mengaburkan nilai bisa dilakukan dengan
menggunakan gadged satu ini sewajarnya saja, menggunakan smartphone untuk mendekatkan
yang jauh tapi jangan sampai terjadi hal menjauhkan yang dekat. Jangan sampai
kita asyik chatting dengan orang di media maya sedangkan kita mengabaikan orang
yang nyata-nyata berada di sekitar kita. Jangan asyik dengan smartphone yang
hanya merupakan benda mati sedangkan orang hidup yang butuh perhatian disekitar
kita terabaikan.
0 komentar:
Posting Komentar