Sore itu, Bunda memanggilku dengan nada yang keras
sekali, seolah-olah beliau sangat jengkel. Teriak-teriak memanggilku menuju
dapur.Aku bergegas menemui beliau kesana. Entah mengapa suara beliau berbeda
sekali, apa yang telah aku perbuat?gumamku dalam hati.
Mau sekolah
atau mau nikah?tanya beliau. Oh my God, pertanyaan apa ini?aku baru saja
menyelesaikan masa SMA ku dengan begitu indah. Semua terbayang dalam benakku,
fikiranku terbang ke segala arah. Nada bicara beliau beda sekali dari biasanya,
Bunda adalah sosok yang lembut dan penyayang, tapi kenapa saat ini tiba-tiba
begitu menakutkan di depanku. Wajah beliau begitu masam, dan menatapku dengan
tatapan yang begitu tajam. Aku diam seribu bahasa, tak ada jawaban. Aku
berfikir atas apa yang telah salah ku perbuat. Ternyata benar, aku salah besar.
Ayah tahu semua tentangku.
Ayah tahu semua tentang dia. Ayah tahu semua tentang kedekatan kami berdua. Kesalahan terbesarku adalah tanpa minta izin pada beliau berdua. Aku terus menunduk dalam diam. Hatiku begitu menyesal, betapa besarnya kesalahanku menyakiti orang yang ku hormati, menyakiti orang yang begitu mencintaiku dengan segenap pengorbanannya, dan saat ini lihatlah, aku telah mengecewakannya dengan hal yang sangat beliau larang: katanya beliau, PACARAN, tepatnya back street.
Ayah tahu semua tentang dia. Ayah tahu semua tentang kedekatan kami berdua. Kesalahan terbesarku adalah tanpa minta izin pada beliau berdua. Aku terus menunduk dalam diam. Hatiku begitu menyesal, betapa besarnya kesalahanku menyakiti orang yang ku hormati, menyakiti orang yang begitu mencintaiku dengan segenap pengorbanannya, dan saat ini lihatlah, aku telah mengecewakannya dengan hal yang sangat beliau larang: katanya beliau, PACARAN, tepatnya back street.
Malam ini
waktu begitu lambat berjalan, hatiku dipenuhi dengan ketakutan akan menghadap
ayah. Kalau sudah didepan ayah, tak mampulah ku menatap mata beliau. Hanya
mampu menunduk, menjawab pertanyaan beliau dengan mengangguk atau menggeleng.
Ya, ini salahku semua, dan aku harus bertanggung jawab. Sungguh , ku ingin
melewati malam ini. Ayah dan Bunda duduk didepanku, bertanya panjang lebar dan
memberikan petuah panjang lebar pula. Jujur, ada air mengalir di sudut mataku.
Namun, apalah dayaku, semua telah terjadi dan aku harus dihukum. Hanya berusaha
menguatkan hati bahwa ini bentuk cinta beliau berdua dan aku harus menjalani
hukuman itu karena memang aku telah salah.
Aku
mengenalnya tanpa di sengaja. Kami satu sekolah tapi tidak satu kelas. Karena
memang kelas putra dan putri itu terpisah. Dia aktif sebagai pengurus Osis dan
Pramuka di sekolahku. Kata teman-teman yang putra, dia pintar, mudah bergaul,
dekat dengan semua guru, dan anak putri
banyak yang ngefans. Ya, kuakui dia cakep, badannya tinggi ,wajahnya
selalu ceria dan tersenyum pada siapapun, ramah sekali menurutku. Itu yang aku
tahu sebelum mengenalnya lebih dekat. Mungkin dia murid putra yang terpopuler
waktu itu, kata taman sebangku ku, Lia. Setiap pertemuan Osis itu lah kami
sering bertemu. Kebetulan aku sebagai sekretaris , jadi tak pernah absen
mengikuti rapat bersama antara Osis putra dan putri. Hanya itulah awal
perkenalan kami.
Tak kuduga,
ternyata dia sudah lama mencari tahu tentangku.ketika kami bertemu, tak ada
kata ataupun sapaan. Kami hanya diam satu sama lain. Hatiku tak pernah berani
membayangkannya, bukan karena apa, karena ku tahu diri, diriku seperti apa. Dia
dengan sayapnya ,aku dengan keterbatasanku, seperti katanya Om Tio dalam Novel
Galaksi Kinanthi. Dia sangat jauh dariku ,sangat jauh lebih baik. Namun ,Allah
mentakdirkan hal yang tak pernah terbayangkan olehku, dia mengirimkan aku
sebuah surat merah jambu. Dia merangkai kata yang begitu indah yang pada
intinya, ingin menjadi sahabatku selamanya. Sahabat halal katanya dia, karena
kita bukan muhrim.
Awalnya, hanya
pertemanan biasa, karena baru mengenalnya dan tak ada yang special yang buat
hatiku berbunga-bunga. Ku akui dia sangat dewasa dalam berfikir dan bersikap.
Hari- hari berlalu begitu menyenangkan, dia penuh perhatian dan banyak
memberikan dukungan, banyak membantuku dalam pelajaran, dan dia sangat tahu
semua tentangku, padahal tak pernah banyak ngobrol , tapi entah dari mana dia
mendapatkan informasi tentangku.
Akhirnya ku
mulai nyaman bersamanya, mulai membuka hati dan kita sepakat akan menjadi
sahabat yang halal seperti katanya dia. Tapi, aku menceritakan bahwa ayah
bilang bahwa gak boleh pacaran. Dia pun tersenyum menjawab, yang mau mengajak
kamu pacaran siapa to? Katanya . pada saatnya nanti aku akan melamarmu dan
menjadikanmu bidadari di rumah kita nanti, jawabnya. Hatiku melayang entah
kemana, begitu bahagianya.
Hari
perpisahan pun tiba, kami telah diumumkan bahwa semua murid telah lulus dengan
hasil yang memuaskan. Semua teman-teman berbaur bersama, saling bertanya akan
kuliah kemana atau apa target dan harapan selanjutnya. Ternyata dia akan
melanjutkan kuliah di pondok kami, Ma’had Aly. Karena dulu aku pernah bilang
bahwa aku suka sama lelaki yang kuliah dipondok, karena bukan hanya belajar
jurusannya tapi juga tetap belajar agama sambil mengabdi. Padahal waktu itu
bapaknya ingin melihat dia masuk Polisi tapi dia dengan lembut menolak dan
memberikan pengertian kepada bapaknya. Akupun tambah bangga melihatnya.
Suatu hari,
kami pergi jalan-jalan bersama semua teman-teman. Dan dia ada disitu juga, hari
itu menambah kenangan kami berdua. Dia ingin kita akan terus bersama sampai
kapanpun. Saling menjaga satu sama lain. Dan aku pun mengangguk tanda setuju.
Entah dari mana ayahku mengetahui semua tentang kami. Padahal kami tak pernah
bertemu berdua atau jalan berdua, pasti bersama teman-teman yang lain. Namun,
ayah marah karena tak izin beliau dulu ketika menerima hatinya. Kata beliau,
ketika dua orang laki perempuan sudah saling suka ,maka yang terbaik adalah
menikah, sedangkan kami berdua masih sama-sama sekolah. Beliau menyuruh kami
menghadap beliau dan saat itu , beliau bertanya lagi pada kami berdua, mau
sekolah atau nikah?kami berdua hanya diam membisu. Kulihat betapa khawatir raut
wajahnya, namun ku mengerti, banyak hal yang tersimpan dalam hatinya, namun
kami hanya mampu membisu.
Sejak saat
itu, dia tak berani lagi menghubungiku. Ayah telah banyak memberikan nasihat
dan menegur kami. Kami faham kekhawatiran beliau dan kami memang salah. Ku
hanya mampu berdoa ketika teringat semua tentangnya. Senyumnya sudah tak berani
ku bayangkan. Namun ,ku yakin suatu hari nanti akan ada waktu yang indah untuk
menatap senyumnya kembali. Ku mendengar kabar dari guruku bahwa dia akan
berangkat ke Madinah untuk kuliah disana, dia mendapatkan beasiswa disana.Waktu
itu hanya iseng saja ikut daftar bersama teman dekatnya yang akan kuliah di
Madinah, ternyata mereka berdua diterima disana. Bahagia sekali mendengarnya, namun tak mampu
menyampaikan selamat atau apapun itu.
Malam terakhir dia di Indonesia, dia mengirimkan sms :
Jaga
dirimu Dinda, ku akan pergi belajar memaknai hidup.Belajar memantaskan diri,
agar kelak Allah berkenan menyatukan kita. Jangan pernah jauh dariNya, ku harap
kau bersabar menungguku, Salam takdzim dan maaf pada Ayah dan Bunda. ”Amrullah”
Tak terasa air
mata mengalir. Betapa ingin rasanya berlari dihadapannya ,walau hanya sekedar
mengucapkan salam. Semoga Allah selalu melindungimu.Ku yakin Allah lebih tahu
apa yang terbaik untuk kita. Insyaallah, ku kan bersabar menunggumu, Semoga
Allah berkenan meridhai kita. Bersama menggapai RidhaNya.
0 komentar:
Posting Komentar