By: Farla Aunun Siha
Korupsi bukan istilah yang teramat asing bagi kita. Kenapa bukan?. Tindakan illegal itu acapkali terdengar oleh telinga kita dari berbagai media eletronik maupun non elektronik atau sering melihat secara langsung praktek korupsi terjadi di sekitar kita. Bahkan tak dapat dipungkiri, bahwa sesungguhnya kita juga pernah menjadi tersangka dalam praktek tersebut, hanya saja kita tidak sadar. Sungguh eronis memang, tindakan illegal
yang sudah jelas dapat merugikan negara, dilarang oleh agama dan hanya memberikan manfaat sesaat, masih saja menjamur. Namun dengan bangga, Indonesia menempatkan dirinya di posisi atas dengan tingkat korupsi tertinggi.
Korupsi bukan istilah yang teramat asing bagi kita. Kenapa bukan?. Tindakan illegal itu acapkali terdengar oleh telinga kita dari berbagai media eletronik maupun non elektronik atau sering melihat secara langsung praktek korupsi terjadi di sekitar kita. Bahkan tak dapat dipungkiri, bahwa sesungguhnya kita juga pernah menjadi tersangka dalam praktek tersebut, hanya saja kita tidak sadar. Sungguh eronis memang, tindakan illegal
yang sudah jelas dapat merugikan negara, dilarang oleh agama dan hanya memberikan manfaat sesaat, masih saja menjamur. Namun dengan bangga, Indonesia menempatkan dirinya di posisi atas dengan tingkat korupsi tertinggi.
Di tengah banyaknya permasalahan yang di
hadapi bangsa ini, bencana alam, masalah ekonomi negara yang ricuh,
permasalahan rasial seperti yang terjadi di Madura, Lampung, haruskah Indonesia
diusik lagi oleh oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan tindakan
korupsi, mengobrak- abrik negara, mendzolimi bangsanya. Tak ingatkah mereka
dengan dosa? Dosa kepada lebih dari 200 juta ribu penduduk Indonesia.
Ironisnya, pelaku tindakan korupsi ini adalah mereka yang mempunyai latar
belakang pendidikan tinggi bahkan mumpuni di bidang agama. Tak pelak, tindakan
yang mereka lakukan ini, disorot tajam oleh publik. Kembali mengingatkan bahwa
ada hadits yang menerangkan, akhlak itu lebih tinggi dari ilmu. Inilah yang
menjadi pondasi bahwa ilmu tanpa akhlak nilainya “nol”, sepintar- pintarnya
dia, tanpa memilki moral yang baik hasilnya ”kosong”. Lalu apa artinya pangkat
yang tinggi, gelar S1, S2, S3 dan ”es es” yang lain, tanpa dapat
mengaplikasinkannya dengan baik. Inilah yang menjadi PR bangsa ini.
Seiring perkembangan zaman, kemajuan daya
pikir manusia, teknologi, yang seharusnya digunakan untuk membangun bangsa dan
negara ini menuju ke arah kebaikan, sebaliknya, justru semakin membukakan jalan
lebar untuk melakukan tindak korupsi. Adanya praktek money laundering (
pencucian uang ), menjadikan pelanggaran tindak korupsi semakin kompleks. Terlepas
dari itu, bahwa manusia juga mempunyai sifat kemanusiaan seperti serakah, tidak
pernah puas. Hal itu pulalah yang menjadi faktor kuat adanya tindakan tersebut.
Dengan demikian, jika memakai bahasa tren saat ini, boleh dikatakan bahwa Indonesia
sedang mengalami tahap kegalauan yang luar biasa.
Lalu bagaimankah cara mengentaskan bangsa
ini dari kegalauan?. Perumpamaanya, jika kita menanam buah dan ingin
mendapatkan hasil yang baik, maka hal yang perlu dilakukan adalah memilih benih
yang baik pula. Begitu juga dengan permasalahan ini, Indonesia harus menyiapkan
cikal bakal kemajuan dengan menyiapkan muda- mudi bangsa yang berkarakter, yang
mampu berolah pikir dan bermoral. Menelurkan sumber daya manusia yang handal,
yang mampu mengaplikasikan ilmunya dengan baik, mempunyai benteng keimanan dan mampu
menahan diri dari sifat negatif manusia. Dengan demikian, meskipun tidak bisa
seratus persen dihilangkan, setidaknya ada upaya yang dapat menguranginya,
karena pada hakikatnya sifat kemanusiaan selalu ada di setiap individu.
OPINI
0 komentar:
Posting Komentar